Bagikan:

JAKARTA - Pengadilan militer di Gaza, Palestina menjatuhkan hukuman mati terhadap tujuh orang pada Hari Minggu karena berkolaborasi dengan Israel, kata Kementerian Dalam Negeri yang dikuasai Hamas.

Pengadilan juga menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup dengan kerja paksa kepada tujuh orang lainnya, masing-masing selama 25 tahun.

Kementerian tersebut mempublikasikan rincian para terdakwa, yang ditahan antara tahun 2017 dan 2019, mengklaim bahwa beberapa dari mereka telah memberikan informasi tentang rumah dan kontak anggota Hamas, hingga lokasi terowongan serta tempat peluncuran roket kepada pihak berwenang Israel.

Hamas, yang telah memerintah daerah kantong yang diblokade sejak 2007, secara teratur menjatuhkan hukuman mati kepada orang-orang yang terbukti berkolaborasi dengan Israel.

Beberapa dari dugaan kolaborasi tersebut sudah berlangsung selama lebih dari dua dekade, menurut Kementerian Dalam Negeri, dilansir dari The National News 7 Agustus.

Pada Bulan September, kementerian tersebut mengeksekusi dua orang Palestina karena berkolaborasi dengan Israel, serta tiga orang lainnya atas tuduhan pembunuhan.

Bulan April lalu, dua orang dijatuhi hukuman mati dan empat orang lainnya dijatuhi hukuman seumur hidup atas tuduhan yang sama.

Sementara tahun lalu, total setidaknya 17 vonis hukuman mati telah dijatuhkan oleh pihak pengadilan.

Kelompok Hamas disebut telah mengabaikan keputusan yang mengharuskan hukuman mati disetujui oleh presiden Otoritas Palestina, yang berkantor pusat di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Seorang terdakwa, dari kamp pengungsi Bureij, dikatakan telah berkolaborasi dengan Israel sejak tahun 2007 setelah dihubungi oleh seorang perwira intelijen, kata Kementerian Dalam Negeri.

Terdakwa lainnya dikatakan telah bekerja dengan Israel dari tahun 2011 hingga 2018 dan menerima uang sebagai imbalan atas informasi mengenai anggota Hamas, mengidentifikasi rumah dan mobil mereka serta lokasi tempat peluncuran rudal.

Pria lainnya terancam hukuman mati karena melakukan kontak dengan Israel pada tahun 1996, setelah bertemu dengan seorang perwira intelijen di perlintasan Beit Hanoun, yang menghubungkan Gaza dengan Israel.

Diketahui, Israel dan Hamas telah terlibat dalam beberapa perang sejak kelompok ini mengambil alih kekuasaan.

Sekitar 2,3 juta orang Palestina tinggal di Jalur Gaza, yang telah berada di bawah blokade keras yang dilakukan Israel sejak kelompok militan itu mengambil alih.

Demonstrasi yang jarang terjadi pekan lalu terjadi di tengah meningkatnya ketidakpuasan terhadap pemerintahan Hamas, yang tidak banyak membantu meringankan penderitaan sehari-hari penduduk Gaza.

"Salah satu monumen utama korupsi di Gaza adalah bahwa rakyat hidup dalam pengepungan dan para pemimpin Hamas tinggal di istana di luar negeri," kata penyelenggara demonstrasi, Rami Herzallah, kepada The National.