JAKARTA - Polri turut menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Bripka IG yang telah ditetapkan sebagai tersangka di kasus polisi tembak polisi.
Satu tersangka lainnya yakni Bripda IMS juga telah dijatuhi saksi pemecatan.
"Sanski administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan dalam keterangannya, Jumat, 4 Agustus.
Keputusan pemecatan Bripka IG berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang berlangsung pada Jumat, 4 Agustus. Ia dianggap melanggar aturan karena menyimpan senjata api rakitan.
Tindakan Bripka IG dianggap melanggar Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 8 huruf c angka 1, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5, Pasal 10 ayat (1) huruf f, Pasal 10 ayat (1) huruf a angka 5 juncto Pasal 10 ayat (6) huruf a dan huruf b Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Bripka IGP telah menguasai atau menyimpan komponen senjata api dan senjata api yang diperoleh secara tidak sah untuk dirakit dan dijual, menjualbelikan dan menyalahgunakan senjata api yang diperoleh secara tidak sah," ungkap Ramadhan.
Hanya saja, Bripka IG tak langsung menerima putusan sidang KKEP tersebut. Ia mengajukan banding.
"Pelanggar menyatakan banding," kata Ramadhan.
BACA JUGA:
Kasus polisi tembak polisi ini menewaskan Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage. Insiden itu terjadi di Rusun Polri, Bogor, pada Minggu, 23 Juli
Dari hasil penyidikan, Bripda IMS dan Bripka IG dianggap bersalah dan ditetapkan sebagai tersangka.
Pada proses pidana, Bripda IMS dipersangkakan dengan Pasal 338 dan atau 359 KUHP dan atau UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.
Sedangkan, untuk Bripka IG dikenakan Pasal 338 juncto 56 dan atau 359 KUHP juncto 56 KUHP ddan atau UU Darurat Nomor 12 tahun 1951.
Selain itu, mereka dinilai melakukan pelanggaran kode etik berat. Keduanya disanksi penempatan khusus (patsus) di Divisi Propam.