Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo kembali mengkritik kebijakan penanganan pandemi COVID-19 yang dikerjakan anak buahnya. Secara blak-blakan, Jokowi bilang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) tidak efektif. 

Diketahui, akumulasi kasus COVID-19 saat ini mencapai 1.078.314 kasus. Selama masa PPKM, rata-rata kasus baru selalu bertambah di atas angka 10 ribu. Bahkan, kasus baru dalam satu hari sempat mencapai rekor dengan pertambahan 14.518 kasus pada 30 Januari.

Jokowi mengevaluasi, implementasi pembatasan mobilitas dalam PPKM yang telah berjalan sejak tanggal 11 Januari cenderung tidak tegas dan konsisten. Sebab, faktanya saat ini mobilitas juga masih tinggi. Akibatnya, pertambahan kasus COVID-19 di beberapa provinsi cenderung menanjak.

"Kita harus ngomong apa adanya, ini tidak efektif. Sebetulnya, esensi PPKM ini kan membatasi mobilitas, namanya saja kan pembatasan kegiatan masyarakat. Tetapi yang saya lihat, di implementasinya ini kita tidak tegas dan tidak konsisten," kata Jokowi saat rapat terbatas di Istana Bogor yang disiarkan melalui YouTube Sekretariat Presiden, pada Minggu, 31 Januari.

Jokowi minta para pembantunya untuk betul-betul turun ke lapangan dan bekerja langsung di lapangan. Tujuannya, agar siap menangani masalah pandemi dari bawah. 

Salah satunya dengan cara-cara yang lebih praktis dan sederhana agar masyarakat tahu apa yang dimaksud 3M atau memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.

"Siapin juga masker yang memiliki standar-standar yang benar, sehingga masyarakat kalau yang tidak pakai diberi dan diberitahukan apa-apa. Ini memang harus kerja se-simple mungkin tetapi betul-betul ada di lapangan di provinsi-provinsi yang sudah kita sepakati," tuturnya.

Kritik usang Jokowi

Sebetulnya, bukan kali ini Jokowi mengkritik kerja jajaran menterinya dalam menangani pandemi. Dalam rapat terbatas terkait penanganan COVID-19 pada 3 Agustus 2020, Jokowi pernah mengaku bingung dengan kinerja menterinya yang seperti tak paham prioritas penanganan COVID-19.

"Di kementerian, di lembaga, aura krisisnya betul-betul belum, ya, belum masih sekali lagi kejebak pada pekerjaan harian. Enggak tahu prioritas yang harus dikerjakan," kata Jokowi saat itu.

Dengan keluhan Jokowi terkait kebijakan PPKM, lontaran kritik yang pernah ia sampaikan pada Agustus lalu seakan tak berarti. Sentilan Jokowi menjadi usang.

Melihat Jokowi yang kembali melontarkan kritikan, ahli Epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman menganggap wajar. Sebab, menurutnya, aturan pembatasan mobilitas PPKM boleh pemerintah terkesan setengah hati.

"Strategi pengetatan yang dipilih, yaitu PPKM, menurut saya tidak terlalu efektif. Kondisi perkembangan kasusnya sudah sedemikian serius, tapi intervensinya tidak masksimal. Terkesan setengah hati. Jadi, wajar kalau masalahnya makin besar," kata Dicky kepada VOI.

Dicky bilang, pengetatan dalam PPKM tak ada bedanya dengan kebijakan PSBB transisi yang memberi kelonggaran lebih dibanding aturan dalam PSBB ketat.

Sebagai contoh, pelonggaran tersebut tampak pada aturan tempat makan yang masih diperbolehkan melayani makan di tempat atau dine in dan tempat wisata yang masih dibuka. "Jadi, ya wajar kalau masalahnya makin besar," ucap Dicky.

Hal senada juga diungkapkan oleh epidemioloig dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono menganggap ada kesalahan strategi dalam penanganan COVID-19 oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi (KCP-PEN).

Dalam penerampan PPKM, menurut Miko, Meteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartato yang juga menjadi Ketua KCP-PEN menjalankan amanat Presiden Joko Widodo yang mengutamakan kepentingan penanganan kesehatan di masa pandemi.

Namun, nyatanya, alih-alih memperketat mobilitas, pemerintah malah melonggarkan jam operasional menjadi pukul 20.00 WIB dalam perpanjangan PPKM sampai 8 Februari. Sementara, dalam PPKM sejak tanggal 11 hingga 25 Januari, waktu operasional hanya sampai pukul 19.00 WIB.

"Namanya pembatasan, ya dibatasi. Kalau pelonggaran jam operasional karena permintaan pengusaha, memang pengusaha mau bertanggung jawab kalau kasus makin banyak?" kata Miko.

"Harusnya Pak Airlangga galak dan tegas dalam pembatasan itu. Kan, Presiden sudah bilang kalau penanganan kesehatan menjadi hal yang utama dalam pandemi ini," lanjutnya.