Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Willy Aditya mengatakan, Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga bisa saja ditolak ketika gelombang protes terhadap RUU ini terus terjadi.

Baleg akan menggunakan ruang politik yang diberikan kepada seluruh anggota dewan untuk pembahasan RUU tersebut.

"Nah itu kan usulan dari anggota. Apakah lanjut atau tidak itu nanti tergantung pertarungan politik di DPR. Kalau banyak yang menolak, dia kemudian tidak akan dibahas (di Baleg)," tutur Willy, saat dihubungi, di Jakarta, Kamis, 20 Februari.

"Itu tergantung dari proses politik siapa yang lebih dominan. Kalau lebih dominan itu mengusung dia akan menang. Kalau tidak maka kemudian dia akan terpeti es kan dengan sendirinya," jelasnya.

RUU ini dianggap muncul tiba-tiba. Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Golkar Baleg Nurul Arifin mengatakan, fraksinya kecolongan karena ada anggotanya yang mengusung RUU tersebut. Dia adalah Endang Maria Astuti, anggota Komisi VIII dari Fraksi Golkar.

"Seharusnya yang bersangkutan berkonsultasi dan presentasi kepada fraksi sebelum menjadi pengusung suatu RUU. Saya di Baleg sudah berkeberatan sejak RUU tersebut dipresentasikan," ucapnya.

Gedung DPR (Irfan Meidianto/VOI)

Nurul menjelaskan, alasan penolakan ini adalah karena negara tidak seharusnya mengurusi hal yang domestik, seperti cara mengasuh anak. Sebab, bagi setiap keluarga, anak adalah entitas masing-masing yang tak bisa diintervensi negara. 

"Alasan tentang tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan dan lain-lain. Negara sudah memiliki banyak program, seperti PIP, PKH, BPJS, dan lainnya. Saya melihat RUU ini bertujuan mendidik keluarga secara homogen. Unsur-unsur heterogenitas dinafikkan," tuturnya.

Lanjutnya, untuk bahasan RUU tersebut yang terkait masalah kekerasan dalam rumah tangga, baik seksual, fisik ataupun ekonomi, hal itu sudah diatur dalam UU yang lain, seperti UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan KUHP.

"Kami menarik dukungan terhadap RUU Ketahanan Keluarga ini," ucapnya.

Salah satu pengusul RUU ini, anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani menerangkan, munculnya RUU ini karena kesadaran bahwa keluarga merupakan batu bara dalam gerbong peradaban. Dia membantah ketika RUU ini disebut bertujuan mengintervensi kehidupan rumah tangga.

Menurut Netty, tidak semua keluarga di Indonesia masuk dalam kategori sejahtera. Karenanya dengan adanya RUU ini, dia ingin keluarga-keluarga di Indonesia bisa masuk dalam kategori ideal.

"Maka negara harus memberikan akses agar keluarga-keluarga ini dalam berbagai stratanya, dalam berbagai matranya, bisa memiliki ketangguhan," tuturnya, Selasa, 18 Februari.

Dengan adanya RUU ini, keluarga akan memiliki imunitas dan ketahanan. Dia menekankan, hadirnya RUU ini bukan untuk mengintervensi kehidupan suatu keluarga, termasuk, menentukan seseorang menikah dengan siapa.

Alasan lain pembentukan RUU ini, lanjutnya, agar keluarga Indonesia memiliki nilai-nilai kejujuran dan kemandirian. Dengan begitu, keluarga akan memiliki kesiapan dalam menjalani bahtera kehidupannya.

"Kita ingin keluarga dalam situasi apapun mampu keluar dari krisis dan kemudian itu dilakukan. Nilai-nilai radikalisme, yang membahayakan, itu kan bisa diantisipasi, bisa dicegah mulai dari keluarga. Itu yang kita harapkan," tuturnya.