JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR kembali melakukan pembahasan dan harmonisasi Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga. RUU ini kerap diperdebatkan publik, bahkan anggota Baleg lainnya.
RUU Ketahanan Keluarga ini diusulkan oleh empat anggota Dewan dari tiga fraksi, yaitu Sodik Mudjahid dari Fraksi Gerindra, Ali Taher dari Fraksi PAN, serta Ledia Hanifa dan Netty Prasetyani dari Fraksi PKS.
Anggota Baleg DPR dari Fraksi Golkar, Nurul Arifin memandang RUU Ketahanan Keluarga berpotensi memecah belah bangsa ketimbang menjadi pemersatu bangsa. Sebab, terdapat pasal-pasal yang terlalu mencampuri urusan keluarga.
"Di dalam RUU Ketahanan Keluarga ini, kita juga menjadi suatu bangsa yang kayaknya rese, begitu. Seperti di Bab 9 ada peran serta masyarakat. Ini kayanya kok kita mengurusi rumah tangga orang lain, padahal rumah tangga itu mempunyai entitasnya sendiri," kata Nurul di gedung DPR, Kamis, 12 November.
BACA JUGA:
Nurul mengaku dirinya setuju jika RUU ini memperkuat peran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Namun, ia tak setuju jika masyarakat diberi peran untuk mencampuri urusan rumah tangga orang lain.
"Sebetulnya mau memperkuat BKKBN, saya setuju. Memang program lama-lama itu harus terus dilanjutkan lagi. tapi buat saya ada kejanggalan, mau masuk ke dalam struktur samapi dengan tingkat terkecil di wilayah kabupaten/kota. Bahkan, dalam peran terkecil peran masyarakat untuk ngurusin rumah tangga orang lain," jelas dia.
Seperti diketahui, ada 146 pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga. RUU Ketahanan Keluarga menjadi kontroversi karena dinilai terlalu menyentuh ranah pribadi.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan publik antara lain mengatur soal kewajiban istri, melarang donor sperma dan ovum, melarang sewa rahim atau surogasi, hingga wajib melaporan tentang adanya penyimpangan seksual seperti LGBT dan penyimpangan aktivitas seksual seperti BDSM di dalam keluarga.