Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah berencana memperkenalkan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BSI) sebagai identitas baru tiga bank negara yang dimerger, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Syariah Tbk. (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah) kepada publik, Senin, 1 Januari.

Secara kebetulan atau tidak, launching itu sendiri bertepatan dengan Hari Hijab Sedunia. Mengutip laman Wikipedia, peringatan Hari Hijab Sedunia adalah acara tahunan yang dipelopori oleh Nazmaa Khan.

Kegiatan yang diperingati setiap tanggal 1 Februari ini pertama kali diselenggarakan pada 2013 yang bertujuan untuk menghilangkan diskriminasi yang sering diterima oleh perempuan muslim karena mengenakan penutup kepala sesuai dengan syariat Islam itu. Acara ini merupakan acara tahunan terbesar di bawah kelolaan World Hijab Day Organization.

Sebagai informasi, latar belakang Hari Hijab Sedunia adalah ketika Nazmaa yang tinggal di Bronx New York, AS mengalami diskriminasi yang merupakan buah dari islamophobia yang marak terjadi di negara Barat. Dia sendiri merupakan perempuan keturunan Bangladesh yang menjalani kehidupan berat ketika itu akibat menerima beberapa julukan yang buruk disebabkan hijab yang digunakannya.

Hal inilah yang menjadi insiatif Nazma untuk membentuk acara tahunan agar masyarakat terbuka dan memahami bentuk kekerasan yang diterima oleh perempuan berhijab.

Mungkin, dari semangat Nazmaa inilah niatan pemerintah untuk bisa mendorong ekosistem syariah lebih berenergi lewat BSI. Pasalnya, dengan status negara muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki setiap potensi untuk menjadi pemain penting dalam kancah industri syariah.

Dalam sebuah laporan disebutkan bahwa industri halal global memiliki valuasi sebesar Rp30.000 triliun. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim dipercaya menyokong 10 persen atau setara dengan Rp3.000 dari potensi tersebut.

Padahal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa menyebut indeks literasi dan inklusi syariah hanya sekitar 8,9 persen dan 9,1 persen. Adapun, literasi dan inklusi keuangan secara nasional adalah sebesar 28 persen dan 76 persen.

Selain itu, proporsi total aset keuangan syariah hanya sekitar 9,9 persen. Sementara 90,1 persen lainnya dikuasai oleh lembaga keuangan konvensional.

Dari dua data OJK tersebut bisa dilihat bahwa kekuatan industri syariah dan halal di Indonesia bak raksasa yang masih tertidur. Demikian perumpamaan yang sempat dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu saat ketika membuka Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) beberapa waktu lalu.

Sehingga, lewat PT Bank Syariah Indonesia Tbk. negara betul-betul berharap lembaga jasa keuangan ini dapat menjadi pendorong ekosistem syariah dan industri halal di dalam negeri lebih berkembang.