Bagikan:

JAKARTA – Komoditas kratom memiliki potensi ekonomi luar biasa bagi petani dan masyarakat Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Namun potensi tersebut tidak bisa dimaksimalkan karena masih adanya stigma kratom mengandung zat adiktif.Inilah yang menjadi perhatian besar Dr Moeldoko Kepada Staf Kantor Kepresidenan.

Sementara di sisi lain, komoditas kratom dari Indonesia sangat dibutuhkan 15 juta warga Amerika Serikat. “Indonesia salah satu negara penghasil kratom, dan konsumsi publik Amerika terhadap kratom sangat tinggi. Kita ingin supply and demand ini tidak ada hambatan,” kata Moeldoko pada Focus Group Discussion (FGD) terkait kebijakan komoditas kratom, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu 26 Juli.

Menurut laman BNN daun kratom selama ini sudah digunakan sebagai obat alternatif masyarakat untuk penawar rasa sakit untuk berbagai kondisi medis. Daun kratom ini menuai banyak kontroversi karena dampaknya yang memiliki efek candu seperti memakai narkoba.

FGD Kratom

Focus Group Discussion dihadiri perwakilan Asosiasi Kratom Amerika Serikat, Asosiasi Petani Purik Indonesia (Appuri), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Badan Narkotika Nasional (BNN).

Kepala Staf Kepresidenan, Dr. Moeldoko pimpin Focus Group Discussion (FGD) terkait kebijakan komoditas kratom, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu 26 Juli.
Kepala Staf Kepresidenan, Dr. Moeldoko pimpin Focus Group Discussion (FGD) terkait kebijakan komoditas kratom, di gedung Bina Graha Jakarta, Rabu 26 Juli.

Moeldoko mengatakan, selama ini pemenuhan permintaan kratom dari Amerika Serikat masih mengalami hambatan, karena ada yang menyebut kratom masuk dalam psikotropika. Untuk itu, saat ini pemerintah Indonesia melalui BRIN tengah melakukan penelitian terhadap kandungan kratom agar bisa dipastikan posisi tanaman yang memiliki nama latin Mitragyna Speciosa itu.

“Harapan kita bagaimana mensikronkan itu. Kalau ini masih abu-abu kondisinya, bisa merugikan masyarakat kita sendiri,” jelasnya.

Pada kesempatan itu, Moeldoko dengan tegas meminta kepada semua pihak untuk tidak gegabah dalam menyikapi persoalan kratom. “Kratom itu pohon yang punya sisi positif. Jangan kita berpikir simple. Kita cari solusi terbaik buat masyarakat. Kalau tidak mau pusing, ya jangan jadi pejabat,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan Asosiasi Kratom Amerika Serikat, Charles McClain Haddow, mengapresiasi Kantor Staf Presiden yang telah menginisiasi FGD tentang kebijakan komoditas kratom. Melalui diskusi itu, menurutnya akan membuka informasi lebih besar tentang kratom, sehingga pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat lebih mengetahui manfaat kratom bagi kesehatan.

“Manfaat dari kratom akan menjangkau lebih banyak orang lagi. Diskusi ini juga membuka saluran komunikasi dengan sains, dan penting untuk ekonomi terutama bagi petani kratom Indonesia,” tuturnya.

Pada kesempatan sama, Ketua Appuri, Ibrahim, mengungkapkan produksi kratom di Kalimantan Barat yang bisa diekspor mencapai 3.000 ton per bulan. Jumlah tersebut melebihi setengah dari kebutuhan pasar dunia, yakni sebesar 5.000 ton. “Kami berharap pemerintah memberikan jalan keluar agar petani kita bisa sejahtera,” ucapnya.

Sebagai informasi, kratom kini menjadi komoditas andalan Kalimantan Barat. Bahkan Kalbar, menjadi salah satu pemasok terbesar komoditas kratom dari Indonesia ke Amerika Serikat.

Selain memiliki efek kesehatan, membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Kalbar, kratom yang merupakan tanaman karbon juga bermanfaat sebagai paru-paru dunia. Namun, belakangan petani kratom menjadi 'gamang' setelah kratom disebut mengandung zat adiktif dan menuai tanggapan masyarakat.