Bagikan:

JAKARTA - Pembangunan 4.200 infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dijalankan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dianggap proyek yang tak mungkin terselesaikan. Sebab, tenggat waktu yang diberikan hanya 9 bulan.

Tak mungkin selesainya program itu tersirat dari keterangan Kepala Divisi Lastmile/Backhaul Bakti Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G periode 2020-2022, hari ini.

Bermula saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang langsung menyinggung soal kemungkinan rampungnya program pembanguann tower BTS tersebut.

"Membangun BTS 4.200 dalam waktu 9 bulan itu, itu dalam logika anda selaku praktisi IT itu mungkin?" tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 25 Juli.

"Berdasarkan pengalaman memang belum ada," jawab Mirza.

Hakim ketua Fahzal Hendri sempat menyela dengan menganggap pertanyaan itu tak selayaknya dilontarkan kepada Mirza. Sebab, ia merupakan saksi fakta.

Namun, jaksa berdalih bila saksi memiliki latarbelakang Informasi dan Teknologi (IT). Bahkan, dikatakan dalam Berkas Acara Pemriksaan (BAP) tertulis bila hanya ratusan tower BTS yang dapat dibangun dalam kurun waktu setahun.

"Mohon izin Pak Majelis Hakim karena memang dia ini latar belakangnya IT jadi dan di BAP dijelaskan bahwa memang kira-kira untuk satu tahun itu paling 300, 400," ungkap jaksa.

Lalu, Hakim ketua Fahzal mencoba meluruskan pertanyaan yang dimaksud oleh jaksa. Mirza diminta menjawab soal pernah tidaknya berbicara dengan terdakwa Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) mengenai kemungkinan penyelesaian 4.200 tower BTS.

"Jadi saya luruskan pertanyaannya, artinya saudara pernah ngga dalam suatu rapat dengan pak Anang sebagai KPA ya membicarakan untuk pembanguann 4.200 tower apakah ada dibicarakan dalam rapat ini bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif pendek seperti itu?" tanya hakim.

"Pernah," jawab Mirza.

"Terus apa jawabnya?" timpal Hakim.

"Target sudah kebijakaan pimpinan Yang Mulia," sebut Mirza.

Hakim Fahzal pun meminta Mirza menjelaskan sosok yang dimaksud pimpinan tersebut.

"Siapa yang bilang begitu?" tanya Hakim.

"Pak Anang," kata Mirza.

Adapun, dalam perkara ini, eks Menkominfo Johnny Plate didakwa melakukan dugaan tindak pidana korupsi penyediaan infrastruktur BTS dan pendukung Kominfo periode 2020—2022 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51.

Dalam surat dakwaan juga disebutkan sejumlah pihak yang mendapat keuntungan dari proyek pembangunan tersebut, yaitu Johnny G. Plate menerima uang sebesar Rp17.848.308.000,00, Anang Achmad Latif selaku Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) dan kuasa pengguna anggaran (KPA) menerima uang Rp5 miliar; Yohan Suryanto selaku tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (HUDEV UI) menerima Rp453.608.400,00.

Berikutnya Irwan Hermawan selaku Komisaris PT Solitech Media Sinergy menerima Rp119 miliar, Windi Purnama selaku Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera menerima Rp500 juta Muhammad Yusrizki selaku Direktur PT Basis Utama Prima menerima Rp50 miliar dan 2,5 juta dolar AS, Konsorsium FiberHome PT Telkominfra PT Multi Trans Data (PT MTD) untuk Paket 1 dan 2 menerima Rp2.940.870.824.490,00, Konsorsium Lintasarta Huawei SEI untuk Paket 3 menerima Rp1.584.914.620.955 dan Konsorsium IBS dan ZTE Paket 4 dan Paket 5 mendapat Rp3.504.518.715.600,00