Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penunut Umum (JPU) menghadirkan ahli digital forensik Polri, Kompol Heri Priyanto untuk memberikan keterangan dalam sidang dugaan suap penghapusan red notice dengan terdakwa Joko Tjandra.

Dalam persidangan, Heri menyebut ada 3.123 dokumen video yang ditemukan dari barang bukti hard disk. Tapi hanya 21 video yang berkaitan dengan perkara.

Diketahuinya jumlah video yang berkaitan dengan perkara bermula ketika jaksa mempertanyakan apa yang ditemukan ahli saat analisa barang bukti hard disk tersebut.

"Apa yang ditemukan di dalam hard disk tersebut, bisa dijelaskan secara garis besar?," tanya jaksa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 28 Januari.

Kompol Heri mengatakan dari analisa itu ditemukan ribuan file video. Tapi hanya beberapa video yang dianalisa karena sisanya tidak berkaitan dengan perkara.

"Setelah dilakukan proses imaging terdapat data yaitu antara lain, gambar 0, video sebanyak 3.123, file audio terbanyak. dari data-data tersebut kita temukan informasi yang terkait dengan pemeriksaan berupa 21 file video," jawab Heri.

Kemudian, jaksa kembali mempertanyakan soal 21 video tersebut. Ahli diminta menjelaskan apakah video itu dipilih sendiri atau sudah ditentukan oleh penyidik.

"Ada 21 file video, gimana menentukannya? Memang isinya 21 atau dipilah-pilah? Sehingga diputuskan yang ditetapkan 21?," kata jaksa.

Heri mengatakan, semua video yang dianalisanya merupakan hasil koordinasi dengan penyidik. Dia hanya menjalankan tugas untuk menganalisa 21 video tersebut.

"Berdasarkan keterangan penyidik, penyidik yang meminta dari sebanyak sekitar 3.123 file video, yang terkait dengan masuk pemeriksaan hanya 21 menurut penyidik," kata dia.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka hingga akhirnya masuk ke persidangan sebagai terdakwa.

Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo menjadi terdakwa karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan menjadi terdakwa dengan dugaan sebagai pemberi suap.

Joko Tjandra didakwa memberikan suap kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD200 ribu dan USD270 ribu dan kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD150 ribu.