Bagikan:

JAKARTA - Tim kuasa hukum terdakwa kasus penyebaran berita bohong Jumhur Hidayat mempertanyakan kompetensi dan independensi ahli forensik digital yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. 

“Menurut kami, dia itu lebih cocok sebagai penyidik daripada jadi saksi ahli, (karena terlalu) dipaksakan (oleh penuntut umum),” kata salah satu tim, Haris Azhar di PN Jaksel dilansir Antara, Senin, 5 April. 

Analisis yang dilakukan ahli JPU lebih tepat disebut sebagai kerja-kerja penyidikan daripada pemeriksaan ahli.

“Jelas dari semua keterangan (ahli) dia menunjukkan (diri sebagai) pegawai Mabes Polri (karena) yang dikerjakan (adalah) penyidikan,” kata Haris.

Di samping soal kurangnya independensi ahli, tim beranggapan ahli yang dihadirkan jaksa kurang kompeten. Ini dibuktikan dengan pemeriksaan barang bukti berupa data-data digital milik Jumhur sebelum hakim mengeluarkan perintah atau surat penetapan yang mengesahkan pemeriksaan tersebut.

Dalam sidang, ahli mengatakan ia mengambil data digital milik Jumhur dan menganalisisnya dalam kurun waktu 13-18 Oktober 2020, sementara PN Jakarta Selatan baru mengabulkan surat perintah penyitaan pada 26 Oktober 2020.

“Kesaksian (ahli) tadi sebetulnya memberatkan, tetapi (keterangan) itu menunjukkan incapacity (kurangnya kapasitas/kompetensi) seharusnya meringankan (pihak terdakwa),” kata Haris menerangkan.

Terkait pemeriksaan barang bukti yang berlangsung sebelum ada penetapan ketua PN Jakarta Selatan, Haris berpendapat hasil analisis ahli tidak patut diperhitungkan oleh Majelis Hakim.

“(Itu) ilegal. Proses hukum yang dilakukan oleh dia (ahli) patut tidak diperhitungkan, karena di luar dari kurun waktu (surat perintah penyitaan yang disahkan oleh pengadilan),” terang Haris.

Jumhur Hidayat, untuk pertama kalinya hadir secara langsung di ruang sidang untuk mendengar keterangan pegawai forensik digital Mabes Polri, yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh jaksa.

Sebelumnya, Jumhur mengikuti persidangan secara virtual dari rumah tahanan (rutan) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Jumhur Hidayat, petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) didakwa oleh jaksa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan. Jumhur, menurut jaksa, menyebarkan kabar bohong itu lewat akun Twitter pribadinya.

Jumhur pun dijerat dengan dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 ayat (1) Jo. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.