JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan Asia Tenggara harus dijaga menjadi kawasan bebas senjata nuklir.
Saat memimpin Pertemuan ke-56 Menteri Luar Negeri Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta, Selasa, dia memperingatkan bahwa risiko penggunaan senjata nuklir saat ini lebih tinggi sepanjang sejarah.
“Tidak ada senjata yang lebih kuat dan merusak daripada senjata nuklir. Dan dengan senjata nuklir, kita hanya berjarak satu kesalahan perhitungan dari kiamat dan bencana global,” ujar Retno ketika menyampaikan pidato dalam pertemuan para menlu ASEAN yang bertindak sebagai Komisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ) sebagaimana dilansir ANTARA, Selasa, 11 Juli.
Selama ini, SEANWFZ disebutnya telah berkontribusi pada upaya memelihara perdamaian dan stabilitas kawasan melalui rezim perlucutan senjata dan non proliferasi global.
Namun, Retno menyesalkan 25 tahun setelah penandatanganan Protokol Traktat SEANWFZ, tidak ada satu pun negara pemilik senjata nuklir yang menandatanganinya.
Padahal, protokol itu dibuat untuk mengajak lima pemilik senjata nuklir yaitu China, Rusia, Prancis, Inggris, dan AS untuk mewujudkan kawasan bebas nuklir di Asia Tenggara.
Meskipun demikian, Retno menegaskan bahwa ASEAN harus terus melangkah maju untuk mencapai tujuan tersebut—mengingat ancaman yang semakin dekat.
“Kita harus bersatu untuk menghadapi para pemilik senjata nuklir… hanya dengan begitu kita dapat melapangkan jalan menuju wilayah bebas senjata nuklir,” ujar Retno.
BACA JUGA:
Perjanjian Asia Tenggara sebagai Zona Bebas Nuklir atau dikenal sebagai Perjanjian Bangkok ditandatangani pada 1995 oleh seluruh negara anggota ASEAN.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa negara-negara yang menandatangani traktat tersebut tidak dapat "mengembangkan, membuat, atau memperoleh, memiliki, atau memiliki kendali atas senjata nuklir", "menempatkan atau mengangkut senjata nuklir dengan cara apa pun", atau "menguji atau menggunakan senjata nuklir."
Sejumlah negara pemilik senjata nuklir menyatakan keberatan terhadap beberapa bagian protokol Traktat SEANWFZ, berbeda dengan China yang menyatakan siap menandatangani perjanjian itu meskipun belum ada tindak lanjut.
Dalam KTT ASEAN 2022 disepakati bahwa pemilik senjata nuklir bisa menandatangani traktat itu secara terpisah. Kesepakatan itu menjadi salah satu modal penting untuk melanjutkan kembali perundingan yang terhenti lebih dari satu dekade lalu.