JAKARTA - Minimnya anggota DPR RI yang hadir secara fisik di Rapat Paripurna mendapat sorotan. Benarkah kehadiran dalam rapat paripurna jadi satu-satunya indikator kinerja anggota dewan.
Pakar Komunikasi Politik, Silvanus Alvin punya pandangan tersendiri. Kata dia, keberadaan virtual anggota DPR RI bukanlah satu-satunya indikator kinerja parlemen.
"Kita harus melihat kerja nyata dan dedikasi anggota DPR dalam menjalankan tugas-tugas mereka,” ucapnya, Jumat 7 Juli.
Sejumlah kalangan mengkritik rapat paripurna yang kini dihadiri oleh sedikit anggota DPR. Banyak anggota dewan yang mengikuti jalannya rapat paripurna secara virtual sejak pandemi COVID-19 merujuk Tata Tertib DPR tepatnya dalam Pasal 254 Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020.
Rapat Paripurna pun saat ini menggunakan sistem hybrid yang merupakan kehadiran campuran anggota DPR, baik secara fisik maupun virtual. Menurut Alvin, kebijakan tersebut cukup baik karena dapat memudahkan anggota dewan menjalankan tugas-tugasnya.
"Kehadiran secara virtual dengan menggunakan sarana teknologi memungkinkan anggota DPR dapat tetap terlibat dalam proses legislasi dan pembuatan kebijakan tanpa harus hadir secara fisik di gedung parlemen," ucap Pengajar di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) itu.
Kata Silvanus Alvin, metode pertemuan virtual juga tidak terlepas sebagai bentuk new normal yang merupakan adaptasi kehidupan pasca pandemi COVID-19. Alvin mengatakan, banyak perubahan terjadi saat pandemi yang kemudian diadopsi menjadi kebiasaan baru.
"Kehadiran anggota DPR secara virtual dalam satu sisi perlu dilihat sebagai proses adaptasi dari praktik new normal pasca-pandemi," sebutnya.
"Kita tidak dapat mengabaikan pembelajaran yang kita peroleh selama pandemi. Dunia telah terbuka dengan adanya pintu-pintu baru, dan kehadiran virtual anggota DPR adalah salah satu hasil positif dari perubahan ini," imbuh Alvin.
Analis Ilmu Komunikasi yang baru saja meluncurkan buku kedua berjudul ‘Digitalisasi Politik: Refleksi dan Dinamika Komunikasi’ tersebut mengingatkan, metode pertemuan virtual saat ini juga digunakan oleh semua kalangan dan instansi. Alvin menyebut, perubahan tidak selalu buruk.
“Memasuki era digital, kita tidak berpusat pada batasan waktu dan tempat. Dengan perkembangan zaman yang sekarang lebih accessible, produktivitas pekerjaan juga semakin tinggi,” jelas Alvin.
“Kita akhirnya terlatih dan terfasilitasi oleh teknologi digital untuk bekerja dari mana pun dan dalam kondisi seperti apapun. Saya rasa ini menjadi hal positif dan Indonesia harus berani mengambil peran dalam perkembangan teknologi dan informasi,” imbuh Alvin.
BACA JUGA:
Ditambahkannya, pemanfaatan teknologi dalam forum-forum formal kini juga menjadi hal lumrah yang dilakukan masyarakat dari berbagai kalangan. Kegiatan resmi Pemerintahan dan birokrasi juga banyak memanfaatkan sistem hybrid.
“Kehadian virtual seperti itu bukan hanya di DPR saja ya. Berbagai instansi juga memanfaatkannya, termasuk Pemerintahan, pihak swasta, bahkan sampai pertemuan ibu-ibu. Kita juga lihat bagaimana perkembangan webninar atau zoom meeting sekarang,” terangnya.
Alvin menyebut, adaptasi kebiasaan baru membuat banyak pihak mempertahankan gaya komunikasi saat pandemi. Bahkan di dunia pendidikan, pertemuan virtual juga menjadi salah satu cara komunikasi dan metode pendidikan, terbukti dengan hadirnya sekolah yang menerapkan pembelajaran blended learning atau gabungan pembelajaran langsung dan tidak langsung.
Oleh karena itu, Alvin menilai penerapan pertemuan hybrid dalam kerja-kerja DPR seharusnya juga bisa dipahami. Apalagi sebenarnya yang dilakukan DPR tak hanya terbatas hanya pada rapat saja, tapi juga ada fungsi-fungsi lainnya. Namun Alvin mengimbau anggota dewan untuk tetap menunjukkan kontribusinya saat mengikuti rapat paripurna atau rapat kerja secara virtual.
“Namun yang juga perlu dipahami adalah para anggota dewan tetap harus bisa bersuara, bukan AFK (away from keyboard) atau idle," sambung Alvin.