Bagikan:

JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) Wahyu Muryadi menegaskan, salah satu amanah PP Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut adalah untuk mengendalikan pemanfaatan pasir hasil sedimentasi laut.

Pasalnya, saat ini terdapat sejumlah titik reklamasi di Indonesia yang tidak jelas asal usul material reklamasi yang digunakan.

“Bukan seperti sekarang ini banyak titik reklamasi di mana-mana tak jelas mendapatkan material dari mana. Apakah pernah kita peduli dari mana bahan urugan reklamasi itu didapatkan? KKP menemukan salah satu sumbernya dari Pulau Rupat di Riau, makanya langsung dihentikan,” ujarnya dikutip Antara, Jumat, 7 Juli.

Wahu menegaskan, melalui aturan yang diteken pada 15 Mei 2023 itu, titik pengambilan pasir hasil sedimentasi laut dilakukan tidak sembarangan dengan melewati proses penilaian oleh tim kajian.

“Titik sedimentasi pun tidak sembarangan melainkan seusai hasil (penilaian) tim kajian dari lintas kementerian/lembaga terkait, pakar oseanografi dan sedimentasi dari perguruan tinggi terkemuka, juga pemerintah daerah (pemda) setempat,” ujarnya.

Wahyu mengatakan, bila pengerukan pasir ditolak, maka Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono tidak akan memberikan izin pemanfaatan sedimentasi.

Apabila ditemukan material yang mengandung unsur mineral, lanjut dia, maka dipisahkan dan akan menjadi hak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sementara KKP berfokus pada hasil sedimentasi yang tidak mengandung mineral selain material lumpur dan pasir.

Ke depan, semua reklamasi yang dilakukan di Tanah Air harus menggunakan material dari sedimentasi. Sehingga ketertelusuran (traceability) bahan urugan dapat diketahui secara jelas,

Sebelumnya, peneliti Indef Nailul Huda menyebutkan bahwa ekspor pasir laut dalam PP Nomor 26 Tahun 2023 yang tercantum dalam pasal 9 ayat 1 menurutnya cacat hukum.

“Harusnya ada undang-undang lagi yang jadi patokan atau pertimbangan untuk PP 26 Tahun 2023, ada UU nomor 1 Tahun 2024 yang secara eksplisit menyebutkan pelarangan penambangan pasir yang merusak ekosistem lingkungan wilayah pesisir maupun pantai atau pulau-pulau, kalau kita lihat merupakan cacat secara hukum,” ujarnya.