Bagikan:

JAKARTA - Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebutkan penentuan lokasi yang diperbolehkan menggelar kegiatan eksplorasi sedimentasi laut sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut masih dibahas lintas kementerian.

Menurut dia, pembahasan akan dilakukan serta disepakati oleh kementeriannya bersama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"(Penentuannya) nanti sama-sama kita, ESDM (Kementerian ESDM), Perhubungan (Kementerian Perhubungan), dan KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan)," ujar Arifin dikutip dari Antara, Senin, 12 Juni.

Nantinya, aturan teknis sebagai turunan PP 26/2023 yang diundangkan pada 15 Mei 2023 tersebut akan disusun dalam bentuk peraturan menteri.

"Ya bersama, kita akan bersama itu, nanti kalau disepakati kan ada metodenya. Siapa yang nanti ini untuk memelihara alur laut, kesehatan laut, mungkin itu di KKP," kata Arifin.

Menteri ESDM menambahkan, hasil kajian awal sudah ada dan dipegang oleh KKP.

Selain itu, Arifin memastikan kajian tersebut sudah mengindahkan dan mempertimbangkan kepentingan konservasi laut.

"Memang yang diarahkan targetnya adalah mengenai sedimen itu. Jangan sampai sedimen itu membuat pendangkalan, membahayakan alur pelayaran," katanya.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menegaskan tidak semua daerah diperbolehkan mengeksplorasi sedimentasi laut serta mengekspornya dan kriterianya akan diatur dalam regulasi turunan PP 26/2023. 

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan kegiatan eksplorasi pasir hasil sedimentasi laut tidak mengganggu tangkapan ikan nelayan.

"Tidak (ganggu), kita kan tidak masif, kan tidak. Kita melihat di mana hasil tim kajian. Justru (sedimentasi) itu mengganggu, mengganggu nelayan. Kapal tidak bisa lewat dan sebagainya," kata Sakti di Batam, Jumat, 9 Juni.

Di dalam Pasal 9 ayat 2 PP 26/2023 disebutkan bahwa pemanfaatan sedimentasi berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, disebutkan pula peruntukan pasir laut dalam negeri akan dikenakan biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sementara untuk ekspor akan dikenakan biaya PNBP yang lebih tinggi.