Masih Ada Miliaran Dana KJP Mengendap di Bank DKI, DPRD Salahkan Pemprov
Ilustrasi Kartu KJP Plus (ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi B DPRD DKI Jakarta menggelar rapat kerja dengan BUMD Bank DKI dan jajaran Pemprov DKI. Rapat pada hari ini digelar tertutup. Ketua Komisi B DPRD Ismail menyebut salah satu pembahasan adalah dana KJP Plus yang mengendap hingga ratusan miliar rupiah di bank pembangunan daerah tersebut.

Dana KJP yang mengendap ini jadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan hasil pemeriksaan (LHP) laporan keuangan Pemprov DKI tahun 2022.

Dari kasus ini, Ismail justru menyalahkan Pemprov DKI yang bertanggung jawab menetapkan sasaran penerima KJP, sebelum diserahkan kepada Bank DKI untuk pencairannya.

"Mekanisme dalam pencairan bank DKI tidak mungkin langsung mencairkan ketika tidak ada perintah pencairan. Perintah pencairan ini yang menjadi dasar dia mentransfer ke rekening masing-masing calon penerima tersebut," kata Ismail di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 5 Juli.

Berdasarkan penjelasan Pemprov DKI, terdapat beberapa siswa penerima KJP yang tak lagi layak untuk mendapat bantuan dalam hasil verifikasi dan validasi. Temuan tersebut seperti alamat tempat tinggal tidak sesuai dan memiliki kendaraan bermotor dalam jumlah tertentu.

Hal ini menimbulkan keterlambatan penetapan daftar penerima KJP, sehingga Bank DKI tidak bisa mengeksekusi pencairan dana yang mengendap tersebut.

"Justru di Dinsos, Disdik atau Dukcapil dan Bapendanya lah yang harus meningkatkan koordinasinya, sehingga memastikan verifikasi dan validasi yang dilakukan itu benar-benar menghasilkan data yang valid dan tidak terlalu lama," tegas Ismail.

"Artinya begini, jangan jadikan alasan verifikasi dan validasi yang sedang dilakukan ini sebagai alibi untuk memundurkan batas waktu pencairan. Karena bagaimanapun ini terkait dengan kebutuhan anak-anak didik kita," tambahnya.

Diketahui, Pemprov DKI Jakarta mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan hasil pemeriksaan keuangan daerah tahun 2022 dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kini, Pemprov DKI telah meraih opini WTP 6 tahun berturut-turut.

Namun, predikat WTP bukan berarti tak memperlihatkan adanya masalah dalam laporan keuangan Pemprov DKI. BPK menemukan masih adanya permasalahan terkait pengelolaan keuangan daerah sepanjang tahun 2022 tersebut.

Hal ini disampaikan Anggota V BPK RI Ahmadi Noor Supit dalam rapat paripurna penyerahan laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK kepada Pemprov DKI di Gedung DPRD DKI Jakarta.

Salah satu masalah yang dicatat BPK adalah dana mengendap bantuan sosial KJP Plus dan KJMU senilai Rp197,55 miliar yang belum disalurkan kepada penerimanya, serta bantuan sosial pemenuhan kebutuhan dasar senilai Rp15,18 miliar yang disebut BPK tidak sesuai ketentuan.

Kemudian, terdapat kelebihan pembayaran atas belanja senilai Rp11,34 miliar dan denda keterlambatan senilai Rp34,53 miliar, sehingga totalnya Rp45,87 miliar. Masalah ketiga yakni penatausahaan penyerahan dan pencatatan aset tetap fasos-fasum yang belum tertib.