JAKARTA - Wacana penjadwalan ulang Pilkada yang diajukan DPR RI mendapat berbagai respon, salah satunya dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Dalam keterangannya, ia berharap jika Pilkada 2022 tetap digelar sesuai dengan jadwal yang ditentukan.
Pilkada 2022 sendiri mulanya akan diundur menjadi tahun 2024, lalu kembali muncul wacana pengunduran dilakukan di tahun 2027.
“Tentu harapan kami regulasi yang dibuat oleh pemerintah pusat bersama dengan DPR RI bisa mengadakan Pilkada di tahun 2022, gelombang berikutnya 2023 dan seterusnya,” jelas Ahmad Riza Patria di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 26 Januari.
Ia menilai pemerintah pusat telah menggelar pilkada serentak di tahun 2020. Dari pengalaman tersebut Riza meminta pilkada serentak 2022 tak diundur. Di sisi lain, masa jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta juga akan berakhir pada tahun 2022.
“Kalau kita lihat periodesasinya itu harusnya di tahun 2020 kemarin dan 2019 sudah ada Pilkada idealnya nanti gelombang kedua di tahun 2022,” ujarnya.
BACA JUGA:
Seperti yang diketahui, DPR RI mengajukan Draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum yang mengatur pada pilkada akan dilaksanakan pada 2022 dan 2023.
"Jadi, yang harusnya di undang-undang di 2024, kita normalkan 2022 sebagai hasil pilkada 2017 tetap dilakukan, serta pilkada 2023 sebagai hasil pilkada 2018 tetap dilakukan," ungkap Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa di di gedung DPR, Selasa, 26 Januari.
Terkait usulan tersebut, Saan mengungkapkan bahwa mayoritas fraksi partai di parlemen setuju jika pilkada digelar pada 2022 dan 2023. Berbeda dengan fraksi partai lain, fraksi PDI Perjuangan justru memberikan catatan jika partainya ingin pilkada tetap digelar tahun 2024.
"Hampir sebagian besar ingin pilkada siklusnya seperti sekarang saja. Nah, tapi di luar itu, PDIP saja yang memberi catatan. Yang lain lain inginnya dinormalisasikan," ujar Saan.
Sebagian fraksi setuju pilkada dinormalkan lantaran dikhawatirkan pelaksanaannya nanti tak berjalan sesuai rencana.
"Sekarang saja, dalam prakteknya ada pilkada di sebuah kabupaten itu aparat keamanan tidak memadai dia harus meminta bantuan dari kepolisian daerah terdekat. Kalau misal disatukan, ada sesuatu yang luar biasa, nanti bagaimana mobilisasi dari keamanan?" kata Saan.