Bagikan:

JAKARTA - Para perusuh menyerbu rumah seorang wali kota di pinggiran Kota Paris, Prancis membakar mobil dan melemparkan kembang api ke arah istri dan anak-anaknya yang masih kecil ketika mereka melarikan diri, pada malam kelima kerusuhan nasional atas penembakan polisi terhadap seorang remaja keturunan Afrika Utara.

Vincent Jeanbrun (39, wali kota di pinggiran selatan L'Hay-les-Roses, sedang berada di balai kota saat rumahnya diserang, sementara istrinya Melanie dan anak-anaknya tengah tertidur.

Para penyerang mengemudikan kendaraan mereka ke rumah di pinggiran kota itu namun terhenti oleh tembok rendah yang mengelilingi teras luar rumah, kata jaksa penuntut umum setempat. Kendaraan itu kemudian dibakar.

Ketika istri dan anak-anak Jeanbrun, yang berusia 5 dan 7 tahun, melarikan diri melalui halaman belakang, mereka menjadi sasaran kembang api.

Jeanbrun mengatakan kepada Perdana Menteri Elisabeth Borne, istrinya telah menjalani operasi patah kaki dan harus menjalani rehabilitasi selama tiga bulan.

"Ketika berusaha melindungi mereka dan melarikan diri dari para penyerang, istri saya dan salah satu anak saya terluka," kata wali kota itu, seperti dilansir dari Reuters 3 Juli.

Sementara itu, jaksa setempat mengatakan kepada wartawan, penyelidikan atas percobaan pembunuhan telah dibuka terkait peristiwa tersebut, kendati belum ada tersangka yang ditangkap.

Sebelumnya, balai kota Jeanbrun telah menjadi target serangan selama beberapa malam sejak penembakan Hari Selasa, sehingga dipasangi kawat berduri dan barikade.

Saat berjalan-jalan beberapa jam setelah kejadian, Jeanbrun bertemu dengan para simpatisan lokal dan melewati pasar kota yang telah hancur selama kerusuhan.

"Tetaplah kuat pak wali kota. Kami bersamamu," kata seorang pria kepada Jeanburn yang tampak emosional.

"Saya tidak menyangka kita akan mengalami hal seperti ini," kata wali kota itu kepada warga lain yang mendoakan istrinya.

"Ini sangat menjijikkan," jawabnya.

Diketahui, Prancis diguncang kerusuhan di sejumlah wilayah, menyusul meninggalnya Nahel Marzouk Selasa lalu di dekat stasiun RER Nanterre-Préfecture, saat pemeriksaan polisi yang dilakukan oleh dua pengendara sepeda motor polisi di mobil sewaan yang dia kendarai.

Salah satu petugas melepaskan tembakan ke arah pemuda itu dari jarak dekat, melukai dadanya secara fatal. Pelaku penembakan membenarkan tindakannya, menilai Nahel menolak untuk menuruti permintaannya. Namun, sebuah video amatir bertentangan dengan pengakuannya, mengejutkan pemerintah dan memicu kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di Prancis dalam beberapa tahun terakhir, seperti mengutip Euronews.

Polisi berusia 38 tahun yang melepaskan tembakan fatal tersebut didakwa dengan tuduhan pembunuhan yang disengaja dan dipenjara pada Hari Kamis pekan lalu.

Nahel dimakamkan pada Hari Sabtu di pemakaman Mont-Valérien di Nanterre dengan dihadiri oleh ibu dan neneknya serta beberapa ratus orang lainnya.

Buntut penembakan itu, anak-anak muda yang tinggal di lingkungan kelas pekerja di seluruh Prancis, melampiaskan kemarahan mereka kepada polisi dan negara setiap malam, bentrok dengan polisi, menggeledah gedung-gedung publik dan menjarah toko-toko.

Sekitar 45.000 polisi dikerahkan lagi pada Minggu malam, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmnin, untuk mencegah para perusuh yang telah membakar mobil, menjarah toko-toko, dan menyasar balai kota serta kantor polisi, termasuk rumah wali kota pinggiran kota Paris, yang diserang ketika istri dan anak-anaknya sedang tertidur di dalam rumah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman untuk menangani krisis ini. Ia dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin parlemen pada Hari Senin dan dengan lebih dari 220 wali kota dari kota-kota yang terkena dampak kerusuhan pada Hari Selasa