JAKARTA - Nadia, nenek dari remaja 17 tahun yang tewas akibat penembakan oleh polisi Prancis, Nahel Merzouk, menyerukan untuk diakhirinya kekerasan jalanan di negara itu pada Minggu malam, saat kerusuhan memasuki hari kelima sejak penembakan di Nanterre Selasa pekan lalu.
"Saya berkata kepada orang-orang yang merusak barang-barang, berhenti. Jangan pecahkan jendela, jangan hancurkan sekolah, jangan hancurkan bus. Hentikan, ada ibu-ibu yang berada di dalam bus, ada ibu-ibu di jalanan," desak Nadia saat diwawancarai di BFMTV, seperti melansir Euronews 3 Juli.
"Kami ingin anak-anak muda ini dibiarkan sendiri. Nahel sudah meninggal. Putri saya hanya punya satu anak, dia hilang, sudah berakhir, putri saya tidak punya kehidupan lagi. Dan mereka membuat saya kehilangan putri dan cucu saya," lanjutnya.
Nahel meninggal Selasa lalu di dekat stasiun RER Nanterre-Préfecture, saat pemeriksaan polisi yang dilakukan oleh dua pengendara sepeda motor polisi di mobil sewaan yang dia kendarai.
Salah satu petugas melepaskan tembakan ke arah pemuda itu dari jarak dekat, melukai dadanya secara fatal.
Pelaku penembakan membenarkan tindakannya, menilai Nahel menolak untuk menuruti permintaannya. Namun, sebuah video amatir bertentangan dengan pengakuannya, mengejutkan pemerintah dan memicu kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di Prancis dalam beberapa tahun terakhir.
Nahel dimakamkan pada Hari Sabtu di pemakaman Mont-Valérien di Nanterre dengan dihadiri oleh ibu dan neneknya serta beberapa ratus orang lainnya.
Buntut penembakan itu, anak-anak muda yang tinggal di lingkungan kelas pekerja di seluruh Prancis, melampiaskan kemarahan mereka kepada polisi dan negara setiap malam, bentrok dengan polisi, menggeledah gedung-gedung publik dan menjarah toko-toko.
Sekitar 45.000 polisi dikerahkan lagi pada Minggu malam, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmnin seperti mengutip Reuters, untuk mencegah para perusuh yang telah membakar mobil, menjarah toko-toko, dan menyasar balai kota serta kantor polisi, termasuk rumah wali kota pinggiran kota Paris, yang diserang ketika istri dan anak-anaknya sedang tertidur di dalam rumah.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman untuk menangani krisis ini. Ia dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin parlemen pada Hari Senin dan dengan lebih dari 220 wali kota dari kota-kota yang terkena dampak kerusuhan pada Hari Selasa.
BACA JUGA:
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri melaporkan 719 penangkapan setelah pemakaman Nahel pada Hari Sabtu di pinggiran Kota Paris, Nanterre, turun dari 1.311 pada Hari Jumat malam dan 875 pada Hari Kamis malam.
Namun para pejabat memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan bahwa kerusuhan telah berakhir.
"Kerusakan yang terjadi memang lebih sedikit, namun kami akan tetap bergerak dalam beberapa hari ke depan. Kami sangat fokus, tidak ada yang mengklaim kemenangan," kata kepala polisi Paris Laurent Nunez.