Bagikan:

JAKARTA - Nadia, nenek dari remaja 17 tahun yang tewas akibat penembakan oleh polisi Prancis, Nahel Merzouk, mengungkapkan kemarahannya kepada polisi Prancis, mengecam penembakan mematikan yang dilakukan kepada cucunya.

Nahel meninggal Selasa lalu di dekat stasiun RER Nanterre-Préfecture, saat pemeriksaan polisi yang dilakukan oleh dua pengendara sepeda motor polisi di mobil sewaan yang dia kendarai.

Salah satu petugas melepaskan tembakan ke arah pemuda itu dari jarak dekat, melukai dadanya secara fatal.

"Saya marah pada dua polisi itu, karena ada dua dari mereka, yang memukul kepala cucu saya dengan dua popor senapan, dan pada polisi yang menembaknya langsung di jantung, dia bisa saja menembaknya di kaki atau di lengan," ujar Nadia saat diwawancarai di BFMTV, seperti melansir Euronews 3 Juli.

"Dalam kasus ini, nyawanya yang mereka ambil," tegasnya.

Pelaku penembakan membenarkan tindakannya, menilai Nahel menolak untuk menuruti permintaannya. Namun, sebuah video amatir bertentangan dengan pengakuannya, mengejutkan pemerintah dan memicu kerusuhan terburuk yang pernah terjadi di Prancis dalam beberapa tahun terakhir.

"Hati saya sakit. Dia telah mengambil cucu saya dari saya. Orang ini harus membayar, seperti orang lain. Mereka yang melanggar hukum dan memukuli polisi juga akan dihukum. Saya percaya pada keadilan. Saya percaya pada keadilan," urai Nadia.

Polisi berusia 38 tahun yang melepaskan tembakan fatal tersebut didakwa dengan tuduhan pembunuhan yang disengaja dan dipenjara pada Hari Kamis pekan lalu.

Nahel dimakamkan pada Hari Sabtu di pemakaman Mont-Valérien di Nanterre dengan dihadiri oleh ibu dan neneknya serta beberapa ratus orang lainnya.

Buntut penembakan itu, anak-anak muda yang tinggal di lingkungan kelas pekerja di seluruh Prancis, melampiaskan kemarahan mereka kepada polisi dan negara setiap malam, bentrok dengan polisi, menggeledah gedung-gedung publik dan menjarah toko-toko.

Sekitar 45.000 polisi dikerahkan lagi pada Minggu malam, menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmnin seperti mengutip Reuters, untuk mencegah para perusuh yang telah membakar mobil, menjarah toko-toko, dan menyasar balai kota serta kantor polisi, termasuk rumah wali kota pinggiran kota Paris, yang diserang ketika istri dan anak-anaknya sedang tertidur di dalam rumah.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman untuk menangani krisis ini. Ia dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin parlemen pada Hari Senin dan dengan lebih dari 220 wali kota dari kota-kota yang terkena dampak kerusuhan pada Hari Selasa.