Bagikan:

JAKARTA - Angka kasus terkonfirmasi positif COVID-19 telah menembus satu juta diharap bisa menjadi cambukan bagi pemerintah untuk lebih masif menjalankan 3T atau testing, tracing, dan treatment.

Usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sejumlah pejabat lainnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin angkat bicara soal total kasus COVID-19 di Indonesia yang telah menembus angka 1.012.350 setelah terjadi penambahan kasus 13.094. 

Dia mengatakan, semua pihak harusnya mulai merenungi hal ini dan membuat masyarakat berduka karena merasakan kehilangan orang terdekat hingga kehilangan ratusan tenaga kesehatan yang berjuang di tengah pandemi COVID-19.

"Ini saatnya kita untuk berduka karena ada banyak saudara kita yang sudah wafat dan ada lebih dari 600 tenaga kesehatan yang sudah gugur dalam menghadapi pandemi ini," kata Budi dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, 26 Januari.

Selanjutnya, dalam upaya menekan kasus COVID-19 di Tanah Air, Menkes Budi sudah menyiapkan sejumlah strategi. Pertama, Budi meminta agar seluruh masyarakat tanpa terkecuali disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan. 

"Untuk mengurangi laju penularan virus. Kita harus sangat disiplin memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak. Ini sangat susah dan tidak bisa dilakukan seorang diri," tegasnya.

Strategi kedua, dia menyebut Kementerian Kesehatan akan memperkuat testing dan tracing di tengah masyarakat. Testing, kata dia, harus dilakukan terhadap dilakukan kepada orang yang diduga terpapar sementara tracing dilakukan agar pelacakan penularan kasus bisa dilakukan.

Langkah ketiga, Kemenkes memastikan akan menyiapkan tempat isolasi yang nyaman. Sehingga, masyarakat yang terpapar dapat melakukan isolasi secara nyaman tanpa menimbulkan penularan virus di masyarakat. 

Dengan strategi ini, pemerintah berharap agar pelandaian kasus COVID-19 bisa dilaksanakan sehingga mengurangi beban fasilitas kesehatan.

"Kami di Kementerian Kesehatan akan bekerja keras. Sangat keras untuk memastikan bahwa program testing, tracing, dan isolasi mandiri bisa kita lakukan dan kita eksekusi dengan baik. Tujuannya hanya satu, mengurangi laju penularan atau flattening the curve sehingga kita bisa mengendalikan penyebaran dari pandemi ini," ungkapnya.

Adapun total kasus sebanyak 1.012.350 ini merupakan kalkulasi dari ditemukannya kasus COVID-19 pertama di Indonesia.

Di tengah santainya pemerintah Indonesia menghadapi serangan virus yang awalnya berasal Kota Wuhan di China, tiba-tiba dua warga yang berdomisili di Depok terpapar COVID-19. Keduanya terpapar setelah berinteraksi dengan warga negara Jepang yang sudah lebih dulu terpapar.

Menteri Kesehatan saat itu, Terawan Agus Putranto menjelaskan dua warga yang terpapar COVID-19 untuk pertama kalinya itu adalah ibu dan anak yang sempat melakukan kontak dekat dengan warga Jepang tersebut dalam suatu acara. Saat itu keduanya mengalami gejala batuk, flu, sesak, dan demam sebelum mendapatkan perawatan di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta.

Setelah dua kasus itu, Indonesia akhirnya secara terus menerus mengalami penambahan kasus COVID-19 dan belum menunjukkan tanda akan melandai meski sejumlah cara sudah dilakukan dari mulai pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga yang terbaru pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah Jawa-Bali.

3T didesak untuk lebih ditingkatkan dari sebelumnya

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menanggapi tercapainya 1 juta kasus COVID-19 di Tanah Air. Kata dia, dengan angka ini, pemerintah harusnya tak hanya sekadar mengajak masyarakat untuk merenung tapi juga melakukan penguatan 3T atau testing, tracing, dan treatment di tengah masyarakat.

"Saat ini sudah bukan saatnya untuk merenung tapi saat ini sudah saatnya untuk bertindak, merespon karena situasi ini sudah sangat serius. Sangat serius," kata Dicky saat dihubungi VOI.

Langkah 3T utamanya testing dan tracing, sambung Dicky, harus segera dilakukan untuk mendeteksi kasus COVID-19 di tengah masyarakat. Apalagi, dia menilai, angka kasus COVID-19 di Indonesia sebenarnya sudah lebih dari data yang dimiliki pemerintah dan hal ini bisa terjadi karena banyak kasus yang tidak terdeteksi.

"Jadi kasus 1 juta ini adalah kasus yang bukan baru dicapai 1 juta. Ini sudah terjadi sekitar Agustus-September 2020 lalu sebenarnya 1 juta kasus kita. Ini sebenarnya disebabkan oleh kapasitas testing kita yang rendah menyebabkan kita hanya mampu mendeteksi segitu padahal, kalau melihat pemodelan saat ini setidaknya sudah satu persen dari penduduk kita sudah terpapar atau sekitar 3 juta kurang," jelasnya.

Selain meningkatkan 3T yang harus diperkuat, ada beberapa hal lain yang perlu dilakukan untuk menekan angka kasus COVID-19 di Tanah Air seperti melakukan pembatasan sosial secara ketat di wilayah Pulau Jawa dan menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di wilayah lainnya.

"Kemudian memperkuat protokol kesehatan. Jangan ada lagi pengabaian dalam membatasi mobilitas. Bangun strategi komunikasi risiko yang tepat, efektif. Selanjutnya, fokus buat strategi nasional yang komperhensif punya target yang kuat di jangka pendek, menengah, dan panjang sehingga jelas," tegasnya.

"Namun, strategi ini tetap harus fokus pada kesehatan dan jangan terdistraksi dengan tujuan lainnya sehingga tidak setengah-setengah seperti yang sudah terjadi seperti saat ini," imbuh Dicky.

Selain Dicky, Sekretaris Jenderal Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Lia Gardenia Partakusuma juga meminta pemerintah lebih serius dan kompak dalam menghadapi pandemi COVID-19 di Tanah Air. Hal ini penting untuk mencegah makin banyak korban dari pihak tenaga kesehatan.

"Rumah sakit atau fasilitas kesehatan hanyalah benteng terakhir perjalanan pasien COVID-19, di garda depannya adalah masyarakat dan semua upaya pemerintah dan swasta. Sehingga Persi meminta semua jajaran yang ada di Indonesia lebih kompak dalam menanggulangi penyebaran COVID-19," ungkap Lia.

"Masyarakat, pemerintah, dunia kesehatan, dunia usaha, keamanan, dan lainnya harus punya mitigasi risiko masing-masing dalam berkegiatan," imbuhnya.

Selain untuk mencegah makin banyaknya korban terutama dari pihak tenaga kesehatan, langkah pemerintah yang tegas harus dilakukan untuk menjaga ketersediaan rumah sakit bagi pasien.

"RS bertahan sekuat tenaga untuk membantu. Tapi kalau makin penuh khawatirnya ada saat dimana pasien tidak bisa dirawat di tempat yang selayaknya bahkan mungkin malah tidak bisa menerima pasien lagi sampai pasien yang dirawat lebih dulu di rumah sakit pulih dan pulang ke rumah atau berpulang," pungkasnya.