MATARAM - Kapolres Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, AKBP I Wayan Sudarmanta menyebut, penelusuran jumlah kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan sumur bor bertenaga surya belum final.
"Yang dari BPKP itu audit lidik, nantinya akan ada audit sidik dengan hasil lebih rinci," kata Sudarmanta yang ditemui di Mataram, dikutip dari Antara, Selasa, 27 Juni.
Dia menjelaskan bahwa audit kerugian negara pada tahap penyelidikan itu merupakan tindak lanjut hasil gelar perkara bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
"Hasil gelar itu menyatakan ada indikasi perbuatan melawan hukum. Makanya ada kesimpulan total loss dari hasil audit investigasi BPKP," ujarnya.
Dengan kesimpulan itu, Polres Lombok Utara meningkatkan status penanganan perkara ke tahap penyidikan.
"Pada tahap penyidikan inilah kami harus menguji perbuatan pidananya dengan meminta BPKP melakukan audit PKKN (perhitungan kerugian keuangan negara)," ucap Kapolres.
Dalam proses penyidikan, Sudarmanta kembali menyampaikan bahwa pihaknya telah mengantongi enam nama calon tersangka. Nama-nama tersebut akan diungkap ke publik setelah alat bukti lengkap.
"Ya, apa yang menjadi kebutuhan untuk dakwaan itu tentu kami akan lengkapi. Kalau sudah ada alat bukti kuat, pasti kami sampaikan hasilnya," kata Sudarmanta.
Kepala Satreskrim Polres Lombok Utara AKP I Made Sukadana sebelumnya telah menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengantongi jumlah kerugian negara hasil audit investigasi dari BPKP sebesar Rp455 juta.
Auditor melihat angka kerugian negara yang muncul dalam kasus ini sebagai total loss. Auditor menarik kesimpulan demikian melihat adanya dugaan penyaluran dan spesifikasi alat yang tidak sesuai dengan perencanaan.
Proyek dengan nama paket pekerjaan irigasi air tanah dangkal dan kelengkapan pompa air bertenaga surya ini dikerjakan pada tahun anggaran 2016.
Pemasangan alat berada di tiga titik yang tersebar di Kecamatan Pemenang dan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara.
BACA JUGA:
Proyek yang terealisasi menggunakan dana APBD Tahun 2016 melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Lombok Utara tersebut dilaporkan oleh salah satu kelompok masyarakat.