Bagikan:

JAKARTA - Komnas Perempuan meminta pemerintah segera meratifikasi Protokol Opsional dari Konvensi Menentang Penyiksaan, Penghukuman, dan Perlakuan Kejam atau Tidak Manusiawi Lainnya (OPCAT).

Wakil Ketua Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan permintaan itu diserukan pihaknya dan sejumlah lembaga yang tergabung dalam Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP).

"Ratifikasi protokol opsional ini akan memperkuat mekanisme nasional untuk pencegahan penyiksaan," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin 26 Juni, disitat Antara.

Mariana menilai, hal ini sekaligus meneguhkan komitmen negara bagi pemenuhan hak konstitusional untuk bebas dari penyiksaan sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun.

Pihaknya menilai penting untuk meratifikasi OPCAT mengingat Indonesia sejak 25 tahun lalu mengesahkan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

Dalam upaya mencegah dan menentang penyiksaan, pihaknya bersama lima lembaga negara, yakni Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ombudsman, dan Komnas Disabilitas telah membentuk Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) sejak 2016.

KuPP menyatakan keprihatinannya dan peduli pada korban-korban penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi yang diduga terus terjadi di era reformasi ini.

"Berbagai pengaduan langsung, temuan penelitian KuPP, dan temuan Tim Pemantauan KuPP saat visitasi serta pemberitaan media massa menunjukkan bahwa praktik perbuatan kejam semena-mena termasuk penyiksaan dan kekerasan seksual banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum atau yang berkaitan dengannya," tambah Anggota Komnas HAM Bidang Pendidikan dan Penyuluhan, Putu Elvina.

Menurut Putu Elvina, KuPP tengah menyiapkan laporan berkaitan dengan 25 tahun pelaksanaan Konvensi Menentang Penyiksaan serta kampanye menghentikan tindak penyiksaan.

KuPP terus berkomitmen untuk mencegah penyiksaan dengan berbagai kegiatan, seperti pemantauan lapas/rutan, kantor kepolisian, Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim), dan Rumah Aman bagi pengungsi, riset, pengembangan kesadaran publik, maupun peningkatan kapasitas pejabat pemerintah, serta melakukan dialog konstruktif dengan berbagai kementerian dan lembaga.