JAKARTA - Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau SIP2MI bakal dicabut jika terbukti overcharged alias membebankan biaya berlebih kepada pekerja migran Indonesia (PMI) di Hongkong.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani mengatakan pihaknya saat ini sedang menyusun mekanisme pencabutan SIP2MI sesuai dengan kewenangan BP2MI yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 18 Tahun 2017 pasal 47 huruf a poin 2 yaitu menerbitkan dan mencabut SIP2MI.
"BP2MI memberikan waktu dua pekan kepada P3MI (perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia) untuk menyelesaikan overcharged," ujarnya di Jakarta, Jumat 16 Juni.
Benny menambahkan, BP2MI juga akan mengirimkan surat rekomendasi kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk pencabutan izin usaha P3MI atau SIP3MI apabila selama 14 hari atau dua pekan tidak menindaklanjuti kasus pembebanan biaya berlebih pada PMI ini.
"BP2MI juga akan melaporkan kasus ini sebagai kasus pidana kepada pihak Kepolisian RI," tuturnya.
Benny mengemukakan, saat ini telah terjadi pembebanan biaya berlebih yang dilakukan oleh P3MI kepada PMI, khususnya yang bekerja di Hong Kong.
"Total pengaduan ada 68 orang pekerja migran Indonesia dari 24 P3MI," paparnya.
BACA JUGA:
Ia mengungkapkan, BP2MI telah melakukan mediasi dan klarifikasi terhadap 17 PMI dari 15 P3MI terkait perkara overcharged kepada PMI di Hongkong ini.
Kemudian, sebanyak 34 PMI dari 10 P3MI sedang dalam proses mediasi dan klarifikasi. Sedangkan 17 PMI dari 4 P3MI, lanjut dia, belum mendapat penanganan BP2MI.
Benny bilang, BP2MI juga sudah bersurat ke PT BNI (Persero) untuk tidak melayani fasilitas KTA BNI kepada tiga P3MI yang diduga melakukan pembiayaan berlebih selama masih dalam proses penyelesaian kasus.
Adapun tiga P3MI tersebut adalah PT Dwi Tunggal Jaya Abadi, PT Sukma Karya Sejati, dan PT Sumber Tenaga Kerja Remaja Abadi.