Modus Manipulasi Tukin di Kementerian ESDM Dinilai KPK Karena Kurangnya Pengawasan
Ketua KPK Firli Bahudi dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut manipulasi tunjangan kinerja (tukin) seperti di Kementerian ESDM terjadi karena kurangnya pengawasan. Modus ini bisa dicegah jika anggaran yang digunakan dipelototi dengan maksimal.

"Sebenarnya tidak mudah modus semacam itu, ya, bila pengawasan dan evaluasi berjalan efektif di masing-masing satuan kerjanya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada VOI, Jumat, 16 Juni.

Kementerian ESDM diminta berbenah setelah terungkapnya modus ini, kata Ali. Apalagi, sudah ada 10 pegawainya yang kini jadi tersangka.

Jangan sampai kejadian semacam ini kembali terjadi. "Itu titik yang perlu segera ditutup tentunya," tegasnya.

"Karena korupsi terjadi pasti karena ada niat dan kesempatan dan di banyak perkara dilakukan secara berjamaah," sambung Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan 10 pegawai di Kementerian ESDM sebagai tersangka dugaan manipulasi tukin. Mereka adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, dan staf PPK Lernhard Febrian Sirait.

Kemudian Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine, dan Bendahara Pengeluaran Kementerian ESDM Abdullah.

Mereka seharusnya mengajukan anggaran pembayaran kinerja sebesar Rp1.399.928.153 namun dimanipulasi hingga mencapai Rp29.003.205.373. Atau terjadi selisih sebesar Rp27.603.277.720

Uang selisih tersebut kemudian dibagi 10 orang yang jadi tersangka dengan nominal berbeda. Bagian paling besar diperoleh staf PPK Kementerian ESDM Lemhard Febian Sirait dengan nominal Rp10,8 miliar.

Sementara Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine mendapat bagian paling kecil yaitu Rp900 juta. Adapun manipulasi dilakukan dengan mengkondisikan, menyisipkan, dan melakukan pembayaran secara lebih.

Duit selisih itu kemudian digunakan untuk pemeriksa BPK, kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, serta logam mulia.