Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyoroti asap rokok menjadi salah satu polusi udara yang paling dekat dan banyak mengenai anak-anak.

“Sebetulnya yang kita khawatirkan itu kalau terkait polusi udara, yang paling dekat (dalam lingkungan anak-anak) itu rokok,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo ketika ditemui ANTARA Rabu 14 Juni

Hasto menyebutkan sebanyak 48 persen laki-laki di Indonesia merupakan perokok aktif, yang berarti lingkungan di sekitar area rumah 48 persen Pasangan Usia Subur (PUS) pasti diselimuti asap rokok.

Sebagaimana diketahui rokok mengandung banyak sekali zat-zat berbahaya yang tidak baik bagi tubuh, seperti karbon monoksida, nikotin, tar, hidrogen sianida, hingga arsenik.

Zat berbahaya itu, lanjutnya, menyebabkan gangguan saluran pernafasan pada anak maupun ibu hamil, dan asap rokok juga menyebabkan pertumbuhan bayi menjadi terhambat.

Pertumbuhan bayi yang lambat sejak dalam kandungan memicu kelahiran prematur atau kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kedua hal ini menjadi faktor-faktor penyebab stunting.

Berdasarkan data Riskesdas 2018, kata dia, sebanyak 22,6 persen bayi lahir dalam keadaan panjang badan kurang dari 48 sentimeter dan 29,5 persen lahir prematur.

“Saya berharap yang merokok itu tahu dirilah. Kalau istrinya hamil tidak merokok di dalam ruangan, ini soal polusi udara (yang berbahaya bagi kesehatan keluarga),” kata Hasto.

Menurutnya, tidak hanya asap rokok saja yang harus diwaspadai, melainkan juga bahan kimia yang suka disemprotkan ke bahan pangan seperti sayur mayur.

Hasto mencontohkan salah satunya berupa semprotan (spray) tanaman yang mengandung organofosfat yakni zat kimia sintetis yang biasa digunakan petani untuk membunuh hama baik berupa serangga, jamur, atau gulma.

Zat yang terkandung dalam semprotan itu nantinya akan menempel, kemudian menciptakan rantai makanan di sebuah ekosistem menjadi tidak sehat. Ia menganalogikan jika daun pada tanaman disemprotkan organofosfat dan menempel, hewan seperti kambing akan memakannya dan mengendap dalam tubuh.

“Kemudian nanti manusia memakan daging kambing itu, sedangkan manusia tidak ada yang makan. Kandungan residu (endapan zat kimia) yang menumpuk itu berakhir di kita dan itu berbahaya sekali (bagi kesehatan). Itu yang harus kita perhatikan, selain udara,” ucap Hasto.

Dengan demikian ia mengimbau seluruh keluarga lebih berhati-hati dan peka terhadap bahaya dari berbagai macam faktor yang menyebabkan polusi di lingkungan sekitar.

Hasto berharap setiap pihak dapat bekerja sama guna menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat bagi keluarga, sehingga generasi bangsa terhindar dari berbagai macam penyakit atau hal berbahaya lainnya.