JAKARTA - Komisi IX DPR mendorong pemerintah untuk memperketat sistem pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) demi mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Hal ini menyusul marak terjadinya kasus TPPO disebabkan karena jalur keberangkatan PMI yang ilegal.
Menurut Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, beberapa aspek yang perlu diperketat untuk mencegah keberangkatan PMI ilegal adalah dalam hal pembuatan visa, transportasi kapal, perusahaan penyalur PMI dan lembaga pelatihan tenaga kerja.
"Semua ini harus dievaluasi dan diperketat sistemnya agar penyelundupan PMI ilegal bisa efektif pemberantasannya," kata Rahmad Handoyo, Jumat 9 Juni.
Pembuatan visa merupakan proses yang penting dalam keberangkatan PMI ke luar negeri sebagai dokumen resmi dari negara tujuan yang memberikan izin kepada individu untuk masuk ke negara tersebut. Rahmad mengatakan, diperlukan koordinasi lintas instansi untuk memastikan tidak ada yang mencoba ‘mengakali’ sistem demi tujuan berangkat kerja ke luar negeri tanpa jalur resmi.
"Koordinasi yang baik antara instansi Pemerintah yang bertanggung jawab untuk memverifikasi keabsahan dokumen yang dibutuhkan dan mengeluarkan visa akan membantu memperketat sistem dan meminimalkan risiko penyalahgunaan," paparnya.
Sementara itu terkait transportasi dengan kapal diketahui banyak digunakan oleh PMI ilegal untuk berangkat ke negara tujuan tempatnya bekerja. Hal ini yang harus menjadi perhatian pihak berwenang.
"Instansi Pemerintah yang terkait seperti Kementerian Perhubungan perlu berkoordinasi dengan instansi lain, termasuk Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), pihak imigrasi, dan otoritas pelabuhan, untuk memperketat sistem keberangkatan," jelas Rahmad.
Lebih dari itu, Legislator dari Dapil Jawa Tengah V ini meminta Pemerintah, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan BP2MI terus memantau perusahaan penyalur PMI. Rahmad mengatakan, pengawasan harus diperketat terhadap penyalur-penyalur PMI sehingga potensi pengiriman tenaga kerja secara ilegal dapat dihindari.
"Dengan adanya koordinasi antar lintas instansi yang baik, ini akan meminimalisir terjadinya TPPO yang kerap terjadi di kalangan PMI," tegasnya.
Rahmad pun mengingatkan Pemerintah pusat hingga daerah untuk berkolaborasi memberikan edukasi kepada masyarakat yang hendak menjadi PMI. Diharapkan, dengan adanya edukasi yang tepat, hal tersebut akan meminimalisir penyaluran PMI ilegal yang berujung pada tindakan perdagangan orang.
BACA JUGA:
Bukan hanya itu, Rahmad juga meminta Pemerintah memberikan sosialisasi kepada masyarakat secara berkala hingga ke penjuru daerah. Hal ini bertujuan agar masyarakat paham pentingnya memastikan keberangkatan PMI dilakukan dengan jalur benar dan legal.
"Mengedukasi warga agar tidak terbuai bujuk rayu gaji besar kerja di luar negeri. Dan pastikan calon PMI mengetahui hak kewajibannya serta siapa yang bertanggung jawab dalam proses keberangkatannya,” papar Rahmad.
Dengan banyaknya peminat yang ingin bekerja di luar negeri, Komisi IX DPR yang membidangi urusan ketenagakerjaan itu mengimbau masyarakat untuk mendatangi perwakilan BP2MI di wilayah masing-masing apabila merasa ragu akan informasi tentang lowongan kerja di luar negeri. Rahmad juga mengingatkan agar masyarakat mencari kepastian informasi lowongan kerja ke luar negeri yang beredar di media sosial apabila tertarik.
"Hati hati dengan penipuan cetakan di media online dan media sosial. Lebih baik mengikuti jalur dengan birokrasi meski agak merepotkan, seperti dari Dinas Ketenagakerjaan atau BP2MI untuk menghindari masalah di kemudian hari," imbaunya.
Di sisi lain, Rahmad mengapresiasi dibentuknya satuan tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh Polri, yang kini dipimpin oleh Irjen Asep Edi Suheri. Ia berharap keberadaan Satgas ini dapat membongkar sindikat kasus-kasus perdagangan manusia, khususnya yang melibatkan PMI.
"Kita sambut baik Polri membentuk Satgas dengan bintang dua sebagai ketua satgas. Kita semua berharap dengan pembentukan satgas ini, TPPO benar-benar bisa diberantas," ucap Rahmad.
"Termasuk isu beking-bekingan di belakangnya juga bisa dibereskan. Ini momentum baik untuk membersihkan TPPO yang sangat tidak manusiawi," lanjutnya.
Menurut Rahmad, Satgas TPPO yang dibentuk mulai dari tingkat markas besar (Mabes) Polri hingga Polda jajaran akan memperkuat efektivitas penanganan kasus perdagangan orang di seluruh wilayah, termasuk hingga luar negeri. Selain itu juga diharapkan dapat akan mempercepat pemetaan dan penelusuran jaringan serta oknum yang menjadi beking TPPO.
"Siapapun oknum yang bermain dan menari-nari di atas penderitaan korban TPPO harus mempertanggungjawabkan di mata hukum," tegas Rahmad.
Untuk diketahui, Satgas TPPO yang dipimpin Irjen Asep Edi Suheri berhasil menggagalkan pengiriman ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), ke Malaysia. Ada 123 korban dari berbagai wilayah di Tanah Air yang diselamatkan.
Selain itu aparat berwajib juga menggerebek perusahaan penyalur Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terindikasi ilegal di Kabupaten Garut. Sebanyak 14 orang diamankan dalam penggerebekan ini. Lalu, pihak kepolisian juga mengamankan 3 orang terduga pelaku TPPO di Perairan Bengkalis saat hendak menyelundupkan 28 PMI ke Negara Malaysia.
Rahmad meyakini, masih banyak jaringan kejahatan yang menyelundupkan PMI secara ilegal namun belum terdeteksi.
“Jaringan penyalur PMI ilegal masih banyak yang beroperasi. Saya harap Satgas TPPO Polri segera memperluas ranah pekerjaannya serta memperkuat tim untuk bergerilya," pintanya.
Mengenai adanya 11 warga negara Indonesia (WNI) di Kamboja yang meminta tolong dipulangkan setelah menjadi korban penipuan perekrutan tenaga kerja, Rahmad meminta respons cepat dari Satgas TPPO bekerja sama dengan instansi terkait lainnya.
Para korban diketahui ditipu sebuah agensi di Indonesia yang menjanjikan pekerjaan sebagai tenaga call center dengan gaji tinggi. Ternyata itu janji cuma bohong. Mereka tidak bekerja sebagai tenaga call center, melainkan sebagai penipu, yakni scammer. Ironisnya, mereka diminta untuk menipu saudara sebangsa sendiri yang ada di Indonesia.
Bahkan Selama dua bulan bekerja, mereka mengaku mendapat perlakuan tidak manusiawi. Gaji tidak sesuai harapan, jam kerja lebih panjang, dan ada hukuman terhadap karyawan yang dinilai bekerja tidak sesuai dengan harapan.
“Terkait peristiwa 11 WNI di Kamboja yang sudah menjadi korban penipuan pekerjaan ini, saya harap Satgas TPPO dan Kementerian Luar Negeri bisa merespons cepat dan membawa mereka pulang ke tanah air," tutupnya.