JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini terus memperdalam sejumlah saksi terkait kasus suap ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur yang menyeret mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Lembaga anti rasuah juga menggandeng Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) untuk memperdalam bukti lain.
Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka bersama enam orang lainnya. Mereka ialah Edhy; staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; pengurus PT ACK, Siswadi; istri staf menteri, Ainul Faqih; serta Amiril Mukminin.
Seorang tersangka diduga sebagai pemberi, yakni Direktur PT DPP Suharjito. Edhy diduga menerima Rp3,4 miliar dan 100 ribu dolar AS dalam korupsi tersebut. Sebagian uang digunakan Edhy Prabowo untuk berbelanja bersama istri dan Safri ke Honolulu, Hawaii.
Wakil Ketua KPPU Guntur Saragih mengungkap perkembangan kasus korupsi benih lobster tersebut. Kata dia, ada sejumlah saksi yang berasal dari pelaku bisnis. Saat ini pihak terlapor itu sudah diperiksa dan diamankan di rumah tahanan KPK.
Kata Guntur, KPPU akan terus berkoordinasi dengan lembaga anti rasuah itu untuk menuntaskan perkara korupsi benih lobster tersebut.
"Proses memang ada beberapa terlapor kami yang ditahan KPK, di rumah tahanan KPK. Kami beriringan, pastinya KPPU menjalin hubungan dengan KPK untuk bisa menuntaskan perkara lobster ini," tuturnya, dalam webinar, Jumat, 22 Januari.
Sebelumnya, KPPU telah menaikkan kasus monopoli ekspor benih lobster ke tahap penyelidikan. Sebab, adanya kecukupan alat bukti dari proses penelitian yang dilangsungkan sejak 10 November 2020.
Direktur Investigasi KPPU Goppera Panggabean menuturkan, ada tiga pelaku yang diduga terlibat dalam kasus ini. Ketiganya adalah PT Aero Citra Kargo (ACK), Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dan Ketua Asosiasi Pengusaha Lobster Indonesia selaku pelobi
BACA JUGA:
"Jadi dari ada temuan awal kita. Kita lihat ada tindakan-tindakan terlapor, di sini ada tiga, yakni pertama PT Aero Citra Kargo atau PT ACK, lalu Ketua Tim Uji Due Diligence Perizinan Usaha Perencanaan Budi Daya Lobster dan Ketua Asosiasi Pengusaha Lobster Indonesia," ujar dia dalam konferensi pers virtual beberapa waktu lalu.
Ketiganya diduga melanggar pasal 24 karena adanya persekongkolan. Berdasarkan temuannya, ketiga pelaku diduga melakukan persekongkolan untuk menghambat pesaing lainnya dalam menawarkan jasa kargo benih bening lobster ke luar negeri.
Mereka juga diduga melanggar pasal 17. Dalam temuan tersebut, PT ACK diduga melanggar pasal 17. Perusahaan diduga melakukan monopoli pengiriman kargo benih bening lobster ke luar negeri.
"Ekspor benih bening lobster hanya dilakukan satu perusahaan freight forwarder yang melakukan pengiriman benih bening lobster ke luar negeri. PT ACK di temuan awal memiliki market power di mana tarif pengiriman di atas harga yang harusnya bisa lebih murah yang dipilih eksportir," tuturnya.