Bagikan:

LUMAJANG - Kepolisian Resor Lumajang, Jawa Timur, menetapkan seorang kepala Desa Mojosari berinisial GS dan kepala seksi pemerintah desa setempat berinisial IF karena diduga melakukan pungutan liar pembuatan akta tanah untuk pengurusan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

"Keduanya diamankan Unit Tipikor Satreskrim Polres Lumajang setelah warga demonstrasi untuk meminta kembali uang pengurusan PTSL," kata Kapolres Lumajang AKBP Boy Jeckson Situmorang dikutip ANTARA, Selasa 30 Mei.

Menurutnya modus yang dilakukan kedua tersangka yakni pada tahun 2023 Desa Mojosari, Kecamatan Sumbersuko mendapatkan program PTSL dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebanyak 500 orang, kemudian dilakukan sosialisasi oleh BPN didampingi Kepolisian, Kejaksaan Inspektorat terkait tata cara pengurusan PTSL dengan berbagai ketentuan.

"Dalam proses itu, Kades dan Kasi pemerintahan Desa Mojosari mewajibkan kepada pemohon PTSL untuk membuat akta tanah sebagai salah satu persyaratan, padahal dalam aturan tidak diwajibkan memiliki akta tanah bagi penerima program PTSL," tuturnya.

Ia menjelaskan kedua tersangka menyalahi aturan, sehingga melakukan pungutan liar pengurusan akta tanah kepada warga desa setempat dengan nominal biaya yang bervariasi yakni berkisar Rp2,25 juta hingga Rp11,1 juta per bidang tanah.

"Yang sudah membuat akta tanah itu sebanyak 111 orang dari 271 bidang tanah dan pihaknya sudah melakukan pemeriksaan saksi-saksi terhadap 71 orang sebagai pelopor, perangkat desa atau tim kelompok masyarakat sebanyak 18 orang dan operator 2 orang," katanya.

Boy mengatakan penyidik juga telah melakukan pemeriksaan ahli sebanyak lima orang yakni Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD), bidang hukum, inspektorat, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), dan BPN.

Dari hasil penyelidikan proses penerbitan akta melalui PPATS kecamatan dilakukan tidak sesuai prosedur karena tidak melalui proses verifikasi lapangan dan tidak ada pembayaran pajak BPRD Kabupaten Lumajang.

"Sampai saat ini sudah sebanyak 88 pemohon yang mendaftarkan proses penerbitan akta sehingga total kerugian negara mencapai Rp195 juta," katanya.

Ia menjelaskan bahwa dari hasil pemeriksaan kemungkinan ada tersangka baru dari pengembangan kasus dugaan pungli akta tanah, namun penyidik masih mendalami peran yang bersangkutan dan alat bukti yang cukup.

"Saat ini kami akan melakukan gelar perkara lanjutan untuk menetapkan tersangka baru dan tunggu saja hasil pengembangan penyelidikan dilakukan oleh penyidik," ujarnya.

Barang bukti yang diamankan yakni 88 akta tanah yang dibuat oleh PPATS, 2 buku catatan daftar penerima PTSL, 1 komputer untuk pembuatan akta, kwitansi penerimaan uang dari masyarakat ke kepala desa dan uang tunai Rp72,2 juta.

Atas perbuatannya kedua tersangka ini dijerat Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 4 sampai 20 tahun penjara.