BRIN: Lahan Gambut Solusi Alam Efektif Mitigasi Perubahan Iklim
Sungai Jeneberang yang mengering akibat kemarau melanda Kabupaten Gowa, Sulsel, pada Oktober 2019. (Antara-Abriawan A)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan lahan gambut merupakan ekosistem penting bagi keanekaragaman hayati. Termasuk solusi alam efektif dalam mitigasi perubahan iklim.

"Perlindungan dan restorasi gambut tidak hanya berperan untuk target iklim nasional, tetapi juga untuk mitigasi perubahan iklim secara global," ujar Kepala Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih BRIN Sasa Sofyan Munawar, Senin 22 Mei, disitat Antara.

Indonesia yang memiliki total luas gambut 13,4 juta hektare atau setara dengan 80 persen dari total lahan gambut di Asia Tenggara, menyimpan 14 persen karbon gambut global.

BRIN, lanjut dia, bisa merekomendasikan hasil riset untuk sebuah kebijakan dalam membantu melindungi lahan gambut di Indonesia, karena memiliki kontribusi signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan rumah bagi keanekaragaman hayati yang tinggi.

Hal ini dikatakan Sasa saat webinar dengan YKAN dengan tema "From Science to Policy: Tropical Peatlands as a Key Role in Mitigating Climate Change," untuk memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia 2023 pada 22 Mei.

Webinar digelar juga sekaligus menjadi bagian dari proses diseminasi hasil kajian yang telah dilakukan oleh BRIN dan YKAN, serta mitra mengenai potensi gambut tropis dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Senada, Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN Haruni Krisnawati menjelaskan lahan gambut adalah ekosistem yang unik dan langka.

"Meskipun hanya mencakup sekitar 3-4 persen dari permukaan tanah planet ini, namun mengandung hingga sepertiga atau 30-40 persen karbon tanah dunia, yaitu dua kali jumlah karbon yang ditemukan di hutan dunia," kata Haruni.

Ia mengatakan melestarikan ekosistem lahan gambut sangat penting untuk mencapai tujuan iklim global, meski sekitar 12 persen lahan gambut saat ini telah kering dan terdegradasi, sehingga berkontribusi terhadap 5 persen emisi gas rumah kaca global yang disebabkan oleh manusia.