Bagikan:

JAKARTA - Ratusan orang, termasuk Muslim Rohingya, dikhawatirkan tewas setelah topan menghantam Myanmar pada akhir pekan lalu, penduduk dan kelompok-kelompok bantuan mengatakan pada Hari Selasa, dengan upaya-upaya penyelamatan yang terhambat akibat kerusakan infrastruktur.

Negara Bagian Rakhine yang miskin di Myanmar diterjang Topan Mocha, di mana angin berkecepatan hingga 210 km/jam (130 mph) merobek atap-atap rumah dan membawa gelombang badai yang membanjiri ibu kota negara bagian Sittwe.

Wilayah ini memiliki populasi Muslim Rohingya yang besar, minoritas yang teraniaya dan tidak diakui oleh pemerintah Myanmar. Sementara, lebih dari satu juta orang tinggal di kamp-kamp yang luas di negara tetangga, Bangladesh, setelah melarikan diri dari tindakan keras militer dalam beberapa tahun terakhir.

Penduduk Rakhine mengatakan, setidaknya 100 orang telah terbunuh dan lebih banyak lagi yang hilang dan dikhawatirkan tewas, menambahkan bahwa bantuan belum tiba. Sedangkan Bangladesh mengalami pemadaman listrik terburuk dalam lebih dari tujuh bulan terakhir.

Seorang penduduk di daerah tersebut, yang menolak untuk disebutkan namanya karena khawatir akan keselamatannya mengatakan, lebih dari 100 orang Rohingya terbunuh, berdasarkan penilaian dari beberapa desa yang ia kunjungi setelah kejadian tersebut.

Dua penduduk lain yang dihubungi oleh Reuters juga mengatakan, sejumlah besar orang telah terbunuh, seperti halnya sumber diplomatik yang diberi pengarahan tentang situasi tersebut, yang tidak memberikan rinciannya.

Portal berita Myanmar Now melaporkan ratusan orang dikhawatirkan tewas, sementara kelompok-kelompok bantuan mengatakan, ada "jumlah kematian yang signifikan". Sedangkan media pemerintah Myanmar mengatakan tiga orang tewas.

Seorang juru bicara Pemerintah Persatuan Nasional yang pro-demokrasi mengatakan kepada Reuters: "Kami menerima konfirmasi kematian sekitar 400 orang Rohingya, terutama di sekitar wilayah Sittwe," seperti dilansir 17 Mei.

Badai ini merupakan salah satu yang terburuk, sejak Topan Nargis melanda sebagian wilayah selatan Myanmar dan menewaskan hampir 140.000 orang pada tahun 2008.

Terpisah, seorang pejabat PBB mengatakan bahwa 5,4 juta orang diperkirakan berada di jalur badai, dan sebagian besar dari mereka dianggap rentan.

"Ini benar-benar merupakan skenario mimpi buruk bagi topan untuk menghantam daerah-daerah yang sudah sangat membutuhkan bantuan," sebut Ramanathan Balakrishnan dari Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB, menambahkan tempat tinggal, air, sanitasi dan barang-barang bantuan merupakan prioritas awal.

Sementara itu, kerusakan akibat badai terhadap infrastruktur komunikasi dan jalan, serta pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah militer Myanmar menyulitkan upaya untuk mendapatkan informasi dan mengirimkan bantuan ke wilayah yang terkena dampak, demikian ungkap beberapa lembaga swadaya masyarakat.

"Sulit untuk mendapatkan informasi yang akurat atau terkini, yang juga membuat respons terhadap krisis ini menjadi semakin sulit," sebut Manny Maung dari Human Rights Watch.

Terpisah, organisasi bantuan non-pemerintah Partners mengatakan di Twitter: "Kami meningkatkan upaya respons kami untuk menyediakan pasokan bantuan penting seperti beras dan terpal kepada komunitas Rohingya yang terkena dampak Topan Mocha semampu kami."

Media Pemerintah Myanmar pada Hari Selasa mengatakan, kepala junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing telah mengunjungi Sittwe untuk menilai kerusakan, menyumbangkan uang dan memberikan instruksi mengenai penanggulangan.

Diketahui, sebelum badai terjadi pada Hari Minggu, sekitar 400.000 orang dievakuasi di Myanmar dan Bangladesh.

Kantor kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan, sekitar 6 juta orang di wilayah tersebut telah membutuhkan bantuan kemanusiaan sebelum badai terjadi, di antaranya 1,2 juta orang yang mengungsi akibat konflik etnis.