Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA). Masyarakat bisa membantu pengusutan dengan memberikan informasi.

"Dalam proses penyidikan itu kan peran serta masyarakat tentu menjadi penting, sehingga ya kami hargai upaya masyarakat yang mendapatkan informasi, yang memperoleh informasi, yang memiliki informasi apapun terkait dengan penyidikan yang sedang KPK lakukan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 15 Mei.

Aduan yang masuk nantinya akan dianalisis. Jika sesuai, kata Ali, bisa saja dikaitkan dengan kasus yang ditangani.

Termasuk salah satunya aduan dari Linda, warga Jakarta yang memberikan informasi tentang suap penanganan perkara di MA ke KPK. Dalam aduan itu, dia menyertakan sebuah flashdisk berisi rekaman tapi Linda tak memerinci isinya.

"Laporan sudah diterima KPK. Saya juga bawa rekamannya," ujarnya kepada wartawan.

Dia hanya mengungkap rekaman itu seputar status tersangka yang kini disandang Sekretaris MA Hasbi Hasan. Linda berharap KPK menganalisis laporan yang disampaikannya.

"Saya ingin pihak KPK mendengar dulu bukti rekamannya, karena saya tidak mau sekonyong konyong aku kasih," tegas Linda.

Sebelumnya, keterlibatan Hasbi terendus setelah namanya disebut dalam dakwaan Theodorus Yosep Parera dan Eko Suparno yang merupakan pengacara. Disebutkan, dia ikut membantu pengurusan perkara di MA dengan perantara Komisaris PT Wika Beton Dadan Tri Yudianto.

Sementara itu, dalam kasus suap pengurusan perkara ada 15 tersangka yang sudah ditetapkan. Mereka adalah adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo; Hakim Agung Gazalba Saleh; Hakim Yustisial Prasetio Nugroho; dan staf Gazalba, Redhy Novarisza.

Tersangka lainnya, yaitu Hakim Agung Sudrajad Dimyati; Hakim Yustisial atau panitera pengganti Elly Tri Pangestu; dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie; serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal dan Albasri.

Kemudian, pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka, dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto juga ditetapkan sebagai tersangka.

Terakhir, KPK juga menetapkan Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit (RS) Sandi Karya Makassar (SKM), Wahyu Hardi. Ia diduga memberi uang sebesar Rp3,7 miliar kepada Edy Wibowo agar rumah sakit tersebut tidak dinyatakan pailit di tingkat kasasi.