Bagikan:

JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) angkat bicara terkait kabar ditetapkannya Hakim Agung Gazalba Saleh sebagai tersangka baru dugaan suap penanganan perkara. Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lebih mengetahui hal tersebut.

"Sehubungan dengan ditetapkannya GZ sebagai tersangka tentu KPK yang lebih mengetahui. Sebab, untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka harus memenuhi minimal dua alat bukti yang sah," kata Andi dalam keterangannya, Jumat, 11 November.

Andi menegaskan MA tak akan mencampuri proses penegakan hukum yang berjalan. Komisi antirasuah dipersilakan bekerja sesuai kewenangannya.

"Karena kasusnya sudah berada di wilayah kewenangan KPK maka kita serahkan kepada proses hukummya," tegasnya.

Sementara terkait status Gazalba sebagai Hakim Agung MA, Andi belum mau banyak bicara. Penonaktifan baru akan dilakukan ketika KPK mengumumkan penetapan tersangka.

"Apakah akan ada penonaktifan kita tunggu perkembangan selanjutnya," ungkap dia.

KPK dikabarkan telah menetapkan dua orang sebagai tersangka baru dugaan suap penanganan perkara. Berdasarkan sumber VOI, salah satu tersangka adalah Hakim Agung MA Gazalba Saleh.

"Iya, betul (Hakim Agung MA Gazalba Saleh jadi tersangka, red)," kata sumber tersebut saat dihubungi pada Kamis, 10 November.

Selain Gazalba, tersangka lain adalah seorang staf. Tapi, sumber tak memerinci lebih lanjut.

"Yang lain ada juga (yang ditetapkan sebagai tersangka, red). Lebih dari satu (tersangka, red)," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan 10 orang tersangka dalam kasus pengurusan perkara di MA. Mereka adalah Hakim Agung MA Sudrajad Dimyati; Hakim Yudisial atau panitera pengganti, Elly Tri Pangestu (ETP); dua aparatur sipil negara (ASN) pada Kepeniteraan MA, Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH); serta dua ASN di MA, Nurmanto Akmal (NA), dan Albasri (AB).

Berikutnya, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan Debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Pada kasus ini, Sudrajad Dimyati diduga menerima suap untuk memenangkan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Semarang. Pengajuan tersebut berkaitan dengan aktivitas Koperasi Simpan Pinjam Intidana.

Uang suap itu diberikan oleh dua pengacara, yaitu Yosep dan Eko untuk perkara perdata. Keduanya berupaya memenangkan kliennya, KSP Intidana agar dinyatakan pailit.

Untuk mengurus perkara ini, dua pengacara menyerahkan uang sebesar 205 ribu dolar Singapura atau senilai Rp2,2 miliar ke Desy. Selanjutnya, Desy menerima uang sebesar Rp250 juta dari keseluruhan.