Bagikan:

BANYUWANGI-  Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mendapatkan apresiasi saat memaparkan inovasi tentang sejumlah kebijakan publik terkait kesehatan atau public health untuk menghadiri undangan di Harvard Medical School, Boston, Amerika Serikat, Kamis 11 Mei.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Antara  di Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat, 12 Mei salah satu yang dipaparkan Bupati Ipuk adalah upaya untuk menangani tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan serta stunting.

Hal itu dipicu oleh keterbatasan fasilitas kesehatan dan tenaga medis di daerah-daerah terluar. Seperti halnya masyarakat yang tinggal di kawasan perkebunan di lereng-lereng gunung.

"Tantangan ini mengharuskan kami untuk berinovasi. Bagaimana mengatasi permasalahan tersebut dengan segala keterbatasan fasilitas dan anggaran," ujar Ipuk.

Dari tantangan itu, katanya lagi, Banyuwangi menerapkan jurus gotong royong dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk keroyokan mengatasi persoalan. Salah satunya dengan membentuk Laskar Sakina (Stop Angka Kematian Ibu dan Anak). Laskar ini terdiri dari para ibu-ibu penjual sayur keliling.

"Mereka dilatih untuk mendampingi para ibu yang hamil di kawasan kerjanya untuk bisa melakukan pemeriksaan rutin. Sehingga, bisa dapat pelayanan kesehatan dengan baik. Termasuk mengidentifikasi jika ada balita berisiko stunting," ujar Ipuk pula.

Bahkan, kini diperluas tidak hanya melakukan pendampingan dan pemantauan, Laskar Sakina ini juga memberikan bantuan makanan bergizi untuk ibu hamil berisiko maupun kepada balita stunting. Mereka membawakan aneka sayur, lauk pauk dan juga buah tiap harinya.

"Manfaatnya dobel. Tidak hanya untuk ibu hamil dan balita stunting, tapi juga menopang perekonomian ibu-ibu Laskar Sakina. Karena dagangan mereka semakin laku," kata Ipuk.

Gagasan gotong royong dan memberikan dampak positif turunan dari public health yang dilakukan oleh Pemkab Banyuwangi tersebut mendapatkan berbagai apresiasi dari civitas akademika Harvard Medical School.

Di antaranya dari Profesor Byron Joseph Good, guru besar antropologi medis pada program Department of Global Health and Social Medicine Harvard University.

"Ini sangat menarik. Banyuwangi dapat menggerakkan warga untuk ikut berpartisipasi dalam permasalahan publik. Sehingga, dampaknya bisa sangat dirasakan,” ujar Profesor Byron Joseph Good.

Apa yang dilakukan oleh Banyuwangi tersebut juga mendapat perhatian dari sejumlah mahasiswa yang hadir. Mereka antusias bagaimana kiat Banyuwangi melibatkan para penjual sayur untuk terlibat dalam aktivitas deteksi dini risiko stunting dan risiko kehamilan tinggi.

"Kami sengaja melibatkan para penjual yang sebagian besar adalah perempuan, karena mereka mudah berempati terhadap permasalahan anak dan kehamilan. Jadi setiap permasalahan, kami identifikasi solusi apa yang sekiranya pas untuk memecahkan masalah yang ada," kata Ipuk menjelaskan.

Senada juga diungkapkan Program Manager Department of Global Health and Social Medicine Harvard Medical School, Christina Lively EdM.

Menurut dia, perspektif Banyuwangi dalam penanganan kesehatan publik menginspirasinya.

"Kami sangat mengapresiasi atas insight yang dibagikan tentang bagaimana membangun kepedulian akan kesehatan bersama. Perspektif yang dilakukan Banyuwangi dalam menangani permasalahan kesehatan ini sangat menginspirasi kami," ujar dia.

Penanganan kematian bayi dan ibu melahirkan di Banyuwangi dapat ditekan sedemikian rupa dengan beragam aksi kolaborasi dan gotong royong.

Angka kematian ibu yang berada di angka 260,6 kematian per 100.000 kehamilan, bisa ditekan menjadi 119,37 kematian per 100.000 kehamilan. Begitu pula dengan angka stunting. Turun menjadi 3,95 persen dari 8,64 persen.