KPK Tetapkan Eks Petinggi BIG dan Eks Pejabat LAPAN Tersangka Pengadaan CSRT
Ilustrasi (Foto: Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT). Mereka menyebabkan kerugian negara Rp179,1 miliar.

Kedua orang yang ditetapkan tersangka yakni, Priyadi Kardono (RK) dan Muchamad Muchlis (MUM). Adapun Priyadi Kardono adalah Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) periode 2014-2016, sedangkan Muchamad Muchlis adalah Kepala Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara (Kapusfatekgan) LAPAN periode 2013-2015.

"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan dua orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK, Rabu, 20 Januari.

Lili bilang, keduanya ditetapkan tersangka karana diduga telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Sebab, mereka menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan tersebut.

"Diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sekitar sejumlah Rp179,1 miliar," ungkap Lilik.

Adapun kasus ini bermula pada 2015, saat BIG bekerjasama dengan LAPAN dalam pengadaan CSRT. Sejak awal proses perencanaan dan penganggaran pengadaan tersebut, Priyadi dan Muchlis diduga telah bersepakat untuk merekayasa proyek yang bertentangan dengan aturan pengadaan barang dan jasa yang di tentukan oleh Pemerintah. 

Keduanya telah menggelar pertemuan beberapa kali dengan pihak tertentu dan perusahaan calon rekanan yang telah ditentukan menerima proyek, yakni PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja, sebelum untuk membahas persiapan pengadaan CSRT. 

Atas perintah kedua tersangka, penyusunan berbagai dokumen Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan CSRT langsung melibatkan PT Ametis Indogeo Prakarsa dan PT Bhumi Prasaja agar "mengunci" spesifikasi dari peralatan CSRT tersebut.

"Untuk proses pembayaran kepada pihak  rekanan, para tersangka juga diduga memerintahkan para stafnya untuk melakukan pembayaran setiap termin tanpa dilengkapi dokumen administrasi serah terima dan proses Quality Control (QC)," ungkap Lili. 

Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.