Bagikan:

JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (KAI) berharap rencana akuisisi saham kepemilikan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) oleh PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta tidak akan merugikan keuangan perseroan. Apalagi, saat ini industri perkeretaapian tengah lesu imbas pandemi COVID-19.

Direktur Keuangan KAI Salusra Wijaya mengakui tidak mudah terutama dari sisi keuangan, harus kehilangan alokasi anggaran kewajiban layanan publik (PSO) dari pemerintah atau Kementerian Perhubungan apabila anak usahanya PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) diakuisisi PT MRT Jakarta (Perseroda).

"Pelaksanaan strategis ini akan sangat sulit. Ini belum terjadi saja, ada beberapa hal dari sisi keuangan kita harus rencanakan dan pikirkan. Kalau ini terjadi, PSO akan hilang dari KAI, ini berat buat kami," tuturnya, dalam webinar Serikat Pekerja Kereta Api bertajuk 'Integrasi Atau Akuisisi', Jakarta, Rabu, 20 Januari.

Selain itu, Salusra berujar, biaya tetap (fixed cost) untuk perawatan serta pemeliharaan sarana dan prasarana KA cukup tinggi. Katanya, arus kas atau cash flow KAI akan sangat terganggu. Pasalnya, alokasi terbesar dari PSO kereta api adalah untuk kereta api perkotaan atau kereta commuter. 

"Efek ke keuangan sangat banyak. Yang kita takutkan sudah integrasi tapi service (layanan) tidak berubah," katanya.

Salusra mengatakan, pihaknya harus berhati-hati dalam pelaksanaan aksi korporasi tersebut sehingga visi utama untuk menciptakan integrasi moda transportasi di kawasan Jabodetabek dapat tercapai.

"Jangan sampai transaksi ini justru melemahkan KAI," tuturnya.

Sementara itu dari sisi landasan hukum, Salusra menjelaskan, dalam arahan rapat terbatas pada 8 Januari 2019, pengelola moda transportasi di Jabodetabek diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta karena memiliki anggaran besar. Di sini ditekankan dapat, bukan harus.

Kemudian Kementerian BUMN agar memberikan saham mayoritas di KCI kepada Pemprov DKI atau dengan membentuk perusahaan patungan (joint venture) antara PT KAI dengan Pemrpov DKI mengenai pengelolaan stasiun.

"Tanpa landasan hukum yang kuat, tanpa tinjauan kerangka PSO dan ada kejelasan model bisnis yang clear (jelas), pelaksanaan strategis ini akan sangat sulit," jelasnya.