JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut seorang advokat tetap harus menggunakan cara sesuai aturan saat membela kliennya. Mereka tak boleh sembarangan memberi saran terhadap pihak berperkara sesuai Putusan MK Nomor 26/PUU-XI/ 2013 maupun Nomor 7/PUU-XVI/2018.
Hal ini disampaikan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menanggapi pernyataan pengacara Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening bahwa profesinya punya hak imunitas.
"Telah tegas mempertimbangkan bahwa advokat dalam tugas menjalankan profesinya bukan hanya beritikad baik namun juga tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," kata Ali kepada wartawan, Selasa, 9 Mei.
Ali menyebut seorang pengacara sembarangan dalam membela kliennya maka hak imunitas yang mereka miliki gugur. Lagipula, tak ada profesi apapun yang memiliki kekebalan terhadap proses hukum jika terjadi pelanggaran hukum.
"Dalam negara hukum semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum sehingga prinsipnya tidak ada satupun profesi yang kebal hukum termasuk profesi advokat," tegasnya.
Selain itu, KPK juga sudah memiliki bukti yang kuat sebelum menetapkan Roy sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Lukas Enembe.
"Seluruh proses perkara ini telah sesuai dengan prosedur hukum," ungkap Ali.
Diberitakan sebelumnya, pengacara Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan. Hanya saja, ia menilai penerapan Pasal 21 UU Tipikor seharusnya tidak dilakukan.
BACA JUGA:
"KPK juga harus tahu ada lex specialis UU Advokat," kata Roy kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Mei.
Roy bilang beleid Pasal 21 UU Tipikor memang menyatakan setiap orang yang menggagalkan atau merintangi penyidikan bisa dikenakan hukuman. Namun, aturan ini tak bisa digunakan untuk menjerat advokat seperti dirinya yang dilindungi Pasal 16 UU Advokat.