Bagikan:

MATARAM - Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Isvie Rupaeda mengingatkan gubernur dan wakil gubernur NTB tidak melampaui batas kewenangan dalam mengambil kebijakan program untuk menghindari penumpukan utang proyek yang belum terbayar.

"Saya kira kita bicarakan secermat mungkin dulu supaya tidak terjadi kasus seperti ini lagi. Kalau ada hal-hal yang harus dikurangi ya dikurangi. Jangan melampaui batas kewenangan," kata Isvie Rupaeda, di Mataram dilansir ANTARA, Kamis, 4 Mei.

Pernyataan Ketua DPRD NTB Bai Isvie Rupaeda ini menyikapi buntut aksi sejumlah kontraktor yang mengancam akan menggembok mobil dinas dan gerbang Pendopo Gubernur NTB bila utang-utang pemprov atas sejumlah proyek belum dibayarkan, Rabu (3/5).

Menurut dia, perlu ada pembicaraan cermat dalam manajemen anggaran daerah, terutama dalam rangka menjaga agar beban utang tersebut tidak diwariskan kepada pemerintah periode berikutnya.

"Saya kira ini harus mencermati dinamika dan situasi. Kita semua sama-sama memahami kondisi keuangan, mari temukan jalan terbaik. Tidak mungkin kan kita meninggalkan beban kepada periode berikutnya," ujarnya.

Karena itu, jika ada kontraktor yang menagih ke pendopo gubernur? Isvie mengatakan itu memang tanggung jawab seorang gubernur.

"Terima saja sebagai bagian dari dinamika dalam sebuah sistem pemerintahan," kata Isvie.

Meski demikian, Isvie memastikan setelah mendapatkan penjelasan pemprov akan melunasi utang-utang tersebut paling lambat minggu pertama awal Juni 2023 mendatang.

"Bulan Juni minggu pertama (harus selesai). Karena kita membahas program 2023 bulan Juni minggu kedua," ujar politisi dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Timur ini.

Isvie mengatakan mekanisme penyelesaian utang pemprov akan diproses. Diakui Isvie penyelesaiannya tidak bisa sekaligus, tetapi harus bertahap. Dia juga memastikan tidak ada prioritas siapa, sehingga dalam hal ini semua posisinya sama.

"Secara proporsional, tidak ada yang spesial," ujar Isvie menegaskan.

Laporan yang diterima dari tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) sisa utang masih berjumlah Rp75 miliar dari Rp300 miliar. Ada juga utang di APBP Perubahan 2022 sekitar Rp140 miliar. Namun untuk perubahan memerlukan peraturan kepala daerah (perkada). Harus ada mekanisme untuk pembayarannya.

Dia menyebutkan mayoritas proyek yang masih diutang Pemprov NTB itu mulai program reguler, Pokok-pokok Pikiran (Pokir) DPRD NTB dan juga proyek menyangkut bansos.

"Jadi bukan hanya DPRD. Tapi utang itu dari program reguler pemerintah juga," katanya.

Utang lainnya lagi sebanyak Rp50 miliar program percepatan jalan tahun jamak. "Tapi sudah ada anggarannya kalau itu. Itu ndak ada persoalan," katanya.

Berdasarkan informasi yang diterimanya, baru tersedia per hari ini (Rabu (3/5 kemarin) sekitar Rp15 miliar, sehingga sisanya akan dicarikan solusi lain oleh Pemprov NTB.

Isvie menegaskan tidak ada opsi penjualan aset dalam menyelesaikan utang. Begitu juga mencari pinjaman lain misalnya.

"Tidak ada opsi itu. Insya Allah ada penyelesaian terbaik," kata dia.

Menurut dia, kondisi PAD saat ini cukup bagus. Income PAD satu bulan berkisar Rp250 miliar sampai dengan Rp260 miliar. Artinya ada Rp200 miliar potensi PAD yang ada.

Bahkan, income PAD per bulan di angka Rp187 miliar. Empat bulan sampai akhir April lalu di angka Rp751 miliar.

"Cukup bagus, sehingga ini menjadi optimis kami semua bahwa utang terbayar dengan cepat," ujarnya.

Sebagai Ketua Banggar DPRD NTB, Isvie tidak melihat kondisi utang hari ini akan berpengaruh pada APBD 2024 mendatang.

"Insyaallah tidak (berpengaruh), sumbernya jelas. Sudah dimasukkan di APBD 2023. Sudah ada angkanya. Saya kira ndak akan ada pengaruh," kata Isvie.

Isvie tidak menampik apa yang disampaikan Gubernur bahwa utang disebabkan COVID-19, lalu bencana yang melanda NTB seperti gempa cukup menguras uang daerah. Terlebih lagi banyaknya program yang sumber pendanaan tidak tercapai.

"Contohnya PAD dari Gili. Lalu sumber lain. Kemarin targetnya hanya dapatnya 90 sekian persen, sementara program full 100 persen. Itu artinya minus, defisit," katanya pula.