MATARAM - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Nanang Ibrahim Soleh mengatakan, jaksa penuntut umum menyiapkan upaya hukum kasasi terkait vonis bebas tiga terdakwa korupsi pemotongan dana bantuan sosial (bansos) kebakaran untuk warga terdampak di Kabupaten Bima.
"Kalau bebas, pasti kasasi. Jadi, masih ada upaya hukum," kata Nanang di Mataram, dikutip dari Antara, Selasa, 18 April.
Terkait upaya hukum lanjutan, katanya, turut dikuatkan dari pernyataan perwakilan tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Bima Septian Heri Saputra.
"Yang jelas terkait vonis bebas ini, kami menyatakan kasasi," kata Heri.
Dia menyampaikan bahwa dalam putusan majelis hakim untuk tiga terdakwa ada sejumlah fakta persidangan yang tidak masuk sebagai bahan pertimbangan. Salah satu fakta tersebut, jelas dia, berkaitan dengan tidak adanya surat pertanggungjawaban pencairan dana bansos tahap pertama yang menjadi syarat pencairan tahap kedua.
"Jadi, kalau tidak ada syarat itu, dana tahap kedua tidak bisa dicairkan. Tetapi, pada faktanya seluruh dana sudah cair tanpa surat pertanggungjawaban pencairan tahap pertama. Itu ada dalam fakta persidangan," ujarnya.
Namun demikian, Heri mengatakan bahwa penuntut umum mesti melihat secara lengkap putusan milik tiga terdakwa tersebut. Hal itu dikatakan Heri sebagai bagian dari persiapan upaya hukum kasasi.
"Jadi, mesti dipastikan dari putusan lengkap. Itu yang kami tunggu," ujarnya.
Sementara, Abdul Hanan yang merupakan penasihat hukum terdakwa Andi Sirajudin, mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima mengatakan bahwa pihaknya mempersilakan penuntut umum untuk menempuh upaya hukum kasasi.
"Untuk itu (upaya hukum kasasi), kami serahkan ke jaksa karena itu bagian dari proses hukum," kata Hanan.
Tiga terdakwa yang mendapat vonis bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram adalah Andi Sirajudin bersama Ismud, mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud, dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
Adapun susunan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap tiga terdakwa adalah Mukhlasuddin sebagai hakim ketua dengan anggota Mahyudin Igo dan Fadhli Hanra.
Hakim dalam putusan, Senin (17/4), menyatakan bahwa tidak ada menemukan fakta yang berkaitan dengan bukti ketiga terdakwa menerima uang hasil pemotongan dana bansos kebakaran.
Hakim pun menilai uang Rp105 juta itu sebagai bentuk keikhlasan para penerima kepada dinas yang telah membantu membuatkan surat pertanggungjawaban pencairan dana tahap pertama.
Pemberian uang secara ikhlas kepada pihak dinas itu dinilai terjadi usai para penerima bantuan menerima kiriman dana ke masing-masing rekening perbankan.
Penuntut umum sebelumnya meminta hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada terdakwa Ismud dan Sukardin.
Untuk Andi Sirajudin, penuntut umum meminta agar hakim menjatuhkan pidana hukuman selama 3 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa pun dalam uraian tuntutan menjelaskan perihal awal mula perkara korupsi ini terungkap, yakni dari adanya keluhan penerima manfaat bansos dalam program penyaluran pada tahun 2021.
Penerima manfaat dari bantuan ini berasal dari kalangan korban bencana kebakaran di Kabupaten Bima pada tahun 2020 sebanyak 258 kepala keluarga yang tersebar di 6 desa.
Setiap penerima mendapatkan bantuan dana dari kementerian secara langsung ke rekening pribadi masing-masing. Total dana yang disalurkan Rp5,4 miliar.
Anggaran diterima dalam dua tahap, 60 persen untuk tahap pertama, sisanya diberikan dengan syarat penerima harus membuat surat pertanggungjawaban.
Dari pemeriksaan penerima manfaat dengan jumlah 258 orang, terungkap adanya pemotongan dana bansos dari Dinsos Kabupaten Bima dengan nominal bervariasi. Pemotongan terjadi ketika penerima mencairkan dana bansos melalui pihak perbankan.
Menurut keterangan penerima, pihak dinsos melakukan pemotongan dengan alasan untuk biaya administrasi. Nilai potongan cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta per penerima.
Dalam perkara ini jaksa menguraikan peran masing-masing terdakwa dengan berawal dari laporan terdakwa Sukardin selaku pendamping kepada Andi Sirajudin, Kepala Dinsos Kabupaten Bima terkait penerima yang tidak bisa membuat SPJ.
Sebagai kepala dinas, Andi memerintahkan Sukardin untuk memotong dana bansos dari para penerima bantuan sebagai biaya administrasi pembuatan SPJ. Pemotongannya bervariasi. Bagi rumah yang rusak ringan, dipotong Rp500 ribu, rusak sedang Rp800 ribu, dan rusak berat Rp1,2 juta.
Dari pemotongan itu, Sukardin berhasil mengumpulkan Rp105 juta. Hasil pemotongan kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud.
BACA JUGA:
Dari dana yang terkumpul, jaksa menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp50 juta diambil Sukardin.