NTB - Pengadilan Negeri (PN) Mataram mengirim berkas kasasi milik Andi Sirajudin, terdakwa korupsi bantuan sosial (bansos) masyarakat terdampak kebakaran di Kabupaten Bima tahun 2020 ke Mahkamah Agung (MA).
Juru Bicara Pengadilan Negeri Mataram Kelik Trimargo menjelaskan, berkas kasasi dikirim ke MA setelah menerima memori dan kontra memori dari jaksa penuntut umum (JPU) dan terdakwa.
"Memori kasasi kami terima dari JPU dan menyusul kontra memori kasasi dari terdakwa. Makanya akhir pekan lalu berkas kasasi kami kirim ke MA," kata Kelik di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis 8 Juni, disitat Antara.
Sebelumnya, Kepala Seksi Intelijen Kejari Bima Andi Sudirman menyatakan pihaknya sudah mengajukan upaya hukum kasasi dengan memberikan pernyataan secara resmi melalui Pengadilan Negeri Mataram.
Pengajuan kasasi tersebut untuk tiga terdakwa yang telah mendapatkan vonis bebas dari Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram dengan salah satu terdakwa Andi Sirajudin, mantan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Bima.
Terkait kelengkapan berkas kasasi untuk dua terdakwa lain, Kelik Trimargo menyatakan bahwa pihaknya belum mengajukan ke MA.
"Masih menunggu kelengkapan berkas, jadi belum untuk dua terdakwa lain," ujarnya.
Selain Andi Sirajudin, dua terdakwa yang mendapat vonis bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram adalah Ismud, mantan Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Bima Ismud dan Sukardin yang berperan sebagai pendamping penyaluran dana bansos.
Adapun susunan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas terhadap tiga terdakwa adalah Mukhlasuddin sebagai hakim ketua dengan anggota Mahyudin Igo dan Fadhli Hanra.
Hakim dalam putusan, Senin 17 April, menyatakan tidak ada menemukan fakta yang berkaitan dengan bukti ketiga terdakwa menerima uang hasil pemotongan dana bansos kebakaran.
Hakim pun menilai uang Rp105 juta itu sebagai bentuk keikhlasan para penerima kepada pihak dinas yang telah membantu membuatkan surat pertanggungjawaban pencairan dana tahap pertama.
Pemberian uang secara ikhlas kepada pihak dinas itu pun dinilai terjadi usai para penerima bantuan menerima kiriman dana ke masing-masing rekening perbankan.
Penuntut umum sebelumnya meminta hakim agar menjatuhkan pidana hukuman 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada terdakwa Ismud dan Sukardin.
Untuk Andi Sirajudin, penuntut umum meminta agar hakim menjatuhkan pidana hukuman selama 3 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menuntut hukuman demikian dengan menyatakan perbuatan ketiga terdakwa terbukti melanggar Pasal 11 dan 12e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jaksa pun dalam uraian tuntutan menjelaskan perihal awal mula perkara korupsi ini terungkap, yakni dari adanya keluhan penerima manfaat bansos dalam program penyaluran pada tahun 2021.
Penerima manfaat dari bantuan ini berasal dari kalangan korban bencana kebakaran di Kabupaten Bima pada tahun 2020 sebanyak 258 kepala keluarga yang tersebar di 6 desa.
Setiap penerima mendapatkan bantuan dana dari kementerian secara langsung ke rekening pribadi masing-masing. Total dana yang disalurkan Rp5,4 miliar.
Anggaran diterima dalam dua tahap, 60 persen untuk tahap pertama, sisanya diberikan dengan syarat penerima harus membuat surat pertanggungjawaban.
Dari pemeriksaan penerima manfaat dengan jumlah 258 orang, terungkap adanya pemotongan dana bansos dari Dinsos Kabupaten Bima dengan nominal bervariasi. Pemotongan terjadi ketika penerima mencairkan dana bansos melalui pihak perbankan.
BACA JUGA:
Menurut keterangan penerima, pihak dinsos melakukan pemotongan dengan alasan untuk biaya administrasi. Nilai potongan cukup beragam, mulai dari Rp500 ribu hingga Rp1,2 juta per penerima.
Dalam perkara ini pun jaksa menguraikan peran masing-masing terdakwa dengan berawal dari laporan terdakwa Sukardin selaku pendamping kepada Andi Sirajudin, Kepala Dinsos Kabupaten Bima terkait penerima yang tidak bisa membuat SPJ.
Sebagai kepala dinas, Andi pun memerintahkan Sukardin untuk memotong dana bansos dari para penerima bantuan sebagai biaya administrasi pembuatan SPJ. Pemotongannya bervariasi. Bagi rumah yang rusak ringan, dipotong Rp500 ribu, rusak sedang Rp800 ribu, dan rusak berat Rp1,2 juta.
Dari pemotongan itu, Sukardin berhasil mengumpulkan Rp105 juta. Hasil pemotongan kemudian disetorkan ke Andi Sirajudin dan Ismud.
Dari dana yang terkumpul, jaksa pun menguraikan bahwa Andi Sirajudin menerima Rp23 juta dan Ismud Rp32 juta. Sisanya Rp50 juta diambil Sukardin.