Akui Kalbar Banyak Jalur Tikus PMI, BP2MI: Tidak Boleh Bertekuk Lutut pada Sindikat
Sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI) didata saat tiba di PLBN Entikong, Kalbar Rabu 16 Oktober 2019. (Antara-Agus A)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, Kalimantan Barat (Kalbar) terkenal dengan jalur tikus yang menjadi jalan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) non-prosedural masuk ke negara Malaysia untuk bekerja.

"Kalimantan Barat sudah dikenal punya banyak jalur-jalur tikus, karena anak-anak bangsa sering diberangkatkan secara non-prosedural melalui jalur tikus. Naif negara yang besar ini dikendalikan sindikat, kita tidak boleh bertekuk lutut pada para sindikat itu," kata Beni di Pontianak, Senin 17 April, disitat Antara.

Untuk itu, lanjut dia, perlu peran serta semua pemangku kepentingan atau stakeholder untuk mengantisipasi hal ini. Karena Wilayah perbatasan telah terdeteksi menjadi jalur gelap dari penempatan ilegal para PMI.

"Tentu pemerintah mengetahui persis bagaimana resiko yang didapatkan oleh para PMI non-prosedural yang diberangkatkan secara diam-diam," tuturnya.

Benny mengatakan ini merupakan kerja kolaboratif semua pihak dengan kesadaran dan orientasi pada kepentingan merah putih dan Republik Indonesia, maka pentingnya peran seluruh stakeholder untuk mencegah modus para sindikat dan melindungi PMI.

"Jangan sampai pemerintah didikte para sindikat, dan jangan beri ruang oknum aparat pemerintah untuk bekerja sama dengan sindikat. Kita telah mengetahui modus sindikat dan korban-korban yang mereka hasilkan, maka ekosistem penempatan ilegal PMI tersebut harus kita hentikan," katanya.

Sementara itu, di tempat yang sama, Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengatakan, BP2MI harus membangun Balai Latihan Kerja (BLK) untuk meningkatkan kompetensi PMI.

"Saya sampaikan kepada Kepala BP2MI, kita harus bangun BLK, kalau perlu Balai Pusat Sertifikasi itu dibangun, dibaguskan untuk meningkatkan PMI," ujarnya.

Namun, kata dia, akan lebih baik bila PMI tidak bekerja ke negara lain, cukup bekerja di Indonesia saja. Karena menurutnya, masih banyak lapangan pekerjaan.

"Boleh dia ke luar negeri, tetapi dia bukan sebagai buruh kasar. Kalau dia memetik sawit di Malaysia tetapi gajinya hanya RM 900 ringgit, lebih baik bekerja di Indonesia, karena di Kalbar ini masih banyak peluang pekerjaan," tandasnya.