JAKARTA - Narapidana kasus korupsi, Indra Tjahyono, dilaporkan meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Lowokwaru, Malang, Jawa Timur, Jumat, 15 Januari, akibat penyakit yang dideritanya.
Kepala Lapas Klas 1 Lowokwaru Malang Anak Agung Gde Krisna membenarkan hal itu. Kata dia, Indra Tjahyono meninggal dunia pada usia 58 tahun, pada pukul 04.30 WIB. Dia meninggal bukan karena COVID-19.
"Meninggal karena sakit, pagi tadi pukul 04.30 WIB. Memang banyak penyakit bawaan, jantung, kencing manis, hingga ginjal, sudah dirawat rutin oleh poliklinik lapas selama ini," ujar Krisna, di Kota Malang, Jawa Timur, dilansir Antara.
Krisna menjelaskan, dari hasil pemeriksaan dokter di Lapas Lowokwaru Malang, almarhum meninggal dunia akibat penyakit jantung yang dideritanya. Jenazah akan disemayamkan di Rumah Persemayaman Yayasan Gotong Royong Malang.
"Saat diperiksa dokter, diperkirakan meninggal karena riwayat jantung, tidak ada COVID-19. Sudah kami teliti, tidak ada indikasi COVID-19," ujar Krisna.
BACA JUGA:
Indra merupakan kader Partai Demokrat yang terjerat kasus korupsi pada lingkungan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang pada 2018. Indra diciduk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018.
"(Masa tahanan Indra) kurang 1 tahun 8 bulan termasuk subsider," kata Krisna.
Indra Tjahyono merupakan anggota DPRD Kota Malang untuk periode 2014-2019. Dalam kasus tersebut, ada sebanyak 41 anggota DPRD Malang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK lantaran menerima hadiah atau janji dari Wali Kota nonaktif Kota Malang, Moch Anton.
Sebelum menjerat puluhan anggota DPRD Kota Malang tersebut, KPK menahan Wali Kota nonaktif Moch Anton, mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan Jarot Edy Sulistiyoni, serta 19 anggota DPRD Kota Malang.
Penangkapan tersebut berkaitan dengan persetujuan penetapan Rancangan Peraturan Daerah Kota Malang tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2015.
Kemudian, penyidik mengembangkan kasus tersebut, dan sebanyak 22 anggota DPRD Kota Malang lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima masing-masing sekitar Rp12,5 juta sampai Rp50 juta dari Anton.