JAKARTA - Bareskrim Polri berkoordinasi dengan Imigrasi perihal pencarian keberadaan Dito Mahendra. Tujuannya, agar terlapor kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal itu tak kabur ke luar ngeri.
"Kita koordinasi dengan imigrasi untuk menyampaikan ke penyidik manakala dia berusaha kabur keluar negeri," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani saat dikonfirmasi, Sabtu, 8 April.
Koordinasi itu dilakukan karena penyidik tak bisa meminta permohonan pencekalan Dito Mahendra kepada Imigrasi. Sebab, statusnya masih sebagai saksi.
"Saksi tidak bisa dicekal," ungkapnya.
Langkah ini juga dilakukan dalam upaya jemput paksa. Sebab, Dito Mahendra tak memenuhi dua kali panggilan pemeriksaan pada 3 dan 6 April.
Upaya jemput paksa itupun sesuai dengan Pasal 112 ayat 2 KUHAP. Pasal itu berisi ‘orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya'.
Bareskrim Polri juga sebelumnya membantah keterangan kubu Dito Mahendra soal enam senpi yang disebut memiliki surat resmi dari Kodam IV/Diponegoro.
BACA JUGA:
"Terkait info dari penasihat hukum Dito bahwa senjata tersebut milik Kodam IV/Diponegoro, kami sudah konfirmasi bahwa tidak benar," kata Djuhandani.
Sebagai informasi, kasus kepemilikan senpi ilegal Dito Mahendra ditingkatkan ke tahap penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara.
Ada 9 senpi yang ditemukan di rumah Dito Mahendra dinyatakan ilegal lantaran tak memiliki surat resmi.
Senjata api yang dinyatakan ilegal antara lain, pistol jenis Glock 17, Revolver S&W, pistol Glock 19 Zev, dan pistol Angstatd Arms
Lalu, senapan jenis Noveske Refleworks, AK 101, senapan Heckler & Koch G 36, pistol Heckler & Koch MP 5, dan senapan angin Walther.
Dalam kasus ini, Dito Mahendra terancam pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun. Dito dapat dijerat dengan Undang-Undang Darurat nomor 12 tahun 1951.