Selain Tak Dipulangkan, Pemerintah Ogah Urusi WNI Eks ISIS
Menko Polhukam Mahfud MD (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah memutuskan untuk tidak melakukan pemulangan warga negara Indonesia eks ISIS, pemerintah akan melakukan pembiaran atau tak akan mengurusi 683 orang yang tersebar di tiga kamp yakni Al Roj, Al Hol, dan Ainisa. 

"Lah iya (dibiarkan) saja. Mereka kan tidak lapor hanya ditemukan orang luar yang nemukan CIA (Central Intelegent Agent) dan ICRC (International Committee of the Red Cross), ini ada orang Indonesia. Kita juga ndak tahu apanya, paspornya sudah dibakar, terus mau diapain," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD kepada wartawan di Kantor Kemenkopolhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, 12 Februari.

Dia menambahkan, belum ada tim verifikasi yang datang ke kamp pengungsian ratusan warga Indonesia eks ISIS tersebut. Menurut Mahfud, selama ini, data yang diperoleh pemerintah Indonesia hanya berdasarkan milik CIA ataupun milik palang merah internasional. Alasannya, para warga tersebut justru menghindar ketika ada otoritas dari Indonesia melakukan pendataan.

"Iya, mereka kan enggak pernah menampakkan diri. Paspornya dibakar," tegasnya sambil menambahkan selama ini pemerintah tahu jika ada warganya yang pernah bergabung dengan ISIS namun membantah jika mereka ingin pulang.

"Minta pulang ke siapa? Itu laporan kok, laporan. ... Mereka kan tidak mengakui sebagai WNI," imbuh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Sementara untuk anak-anak, jika memang ada yang ingin kembali ke Indonesia, Mahfud mempersilakan mereka untuk melapor. Namun, berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulanan Terorisme (BNPT) yang datang ke kamp tersebut, tak ada warga Indonesia eks ISIS yang ingin pulang bahkan mereka memilih bersembunyi daripada di data.

Belakangan, Mahfud mengatakan, berdasarkan laporan tim dari Turki, ada anak dan perempuan yang merupakan keluarga dari warga Indonesia eks ISIS. Namun, tak ada paspor untuk mengidentifikasi kewarganegaraan mereka.

"Ini tadi baru ada laporan dari turki anak sekian, perempuan sekian. ... Tapi enggak ada paspor enggak ada," ujarnya.

Mendata tapi tak dipulangkan

Walau ogah urusi, Mahfud mengatakan, pemerintah tetap akan melakukan pendataan. Mengingat selama ini data jumlah warga Indonesia yang menjadi kombatan maupun mantan kombatan hanya diperoleh dari otoritas negara lain.

Tapi, walau nantinya ratusan warga Indonesia yang ada di kamp tersebut didatam bukan berarti mereka dipulangkan. Sebab, dalam rapat di Istana Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu, pemerintah telah mengambil keputusan untuk tidak memulangkan Foreign Terrorist Fighters (FTF) ke Indonesia untuk menjaga keamanan 270 juta warga Indonesia.

"Kalau teroris pasti tidak lah (dipulangkan). Yang sudah gabung dengan teroris mau dipulangkan untuk apa? Malah kamu nanti jadi berbahaya di sini," kata Mahfud.

Namun, menurutnya, akan lain ceritanya jika pemerintah mendengar ada warganya di luar negeri yang terlantar dan butuh pertolongan. Dengan kondisi seperti ini, kata Mahfud, negara harus hadir dan memulangkan mereka ke Indonesia.

"Jadi ini yang tidak dipulangkan itu FTF, bukan orang-orang di luar negeri. Kalau orang di luar negedi tidak teroris, ya, lapor aja ke kedutaan. Kalau bukan teroris, kalau teroris enggak. FTF kan sudah membakar paspor bahkan nantang-nantang itu," tutupnya.