Bagikan:

MATARAM - Penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) menyerahkan barang bukti dan tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap santri salah satu pondok pesantren di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) ke jaksa penuntut umum.

Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menjelaskan penyerahan ini merupakan tindak lanjut hasil penelitian jaksa terhadap berkas perkara milik tersangka IA.

"Jadi dari hasil penelitian jaksa, berkas milik tersangka IA telah dinyatakan lengkap. Pada hari ini penyidik menindaklanjuti dengan menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa penuntut umum," kata Pujawati dikutip ANTARA, Kamis, 6 April.

Tersangka IA yang kini menunggu persidangan di pengadilan, melanjutkan penahanan jaksa penuntut umum di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram.

Untuk selanjutnya, kata dia, kewenangan hukum terhadap kasus dugaan kekerasan seksual tersebut berada di tangan jaksa penuntut umum.

Pujawati mengatakan Polda NTB sebagai lembaga hukum negara yang berada di daerah akan tetap menjaga konsistensi penegakan hukum, lebih khusus dalam persoalan kekerasan seksual.

"Penyelesaian terhadap kasus ini dapat dikatakan menjadi indikator konsistensi Polda NTB dalam mengungkap kasus kekerasan seksual, terlebih ada relasi antara korban dan tersangka serta tempat kejadian yang berada di sebuah lembaga pendidikan," ujar dia.

Tersangka dalam kasus ini merupakan seorang ketua kamar asrama pondok pesantren. Dugaan tindak pidana asusila yang diperbuat oleh tersangka dikuatkan dengan adanya bukti dari laporan seorang korban yang masuk ke Polda NTB pada tanggal 30 September 2022.

"Jadi proses hukum ini kami lakukan berdasarkan keterangan seorang korban. Korbannya ini santri tempat tersangka bertugas sebagai ketua kamar asrama," ucapnya.

Dari penyidikan itu, lanjut Pujawati, alat bukti tidak hanya terungkap dari hasil pengakuan dan visum korban, tetapi juga keterangan tersangka yang telah mengakui perbuatannya.

"Menurut pengakuan tersangka, korbannya lebih dari satu orang. Akan tetapi, korban lain mengelak, malu, dan tidak mau terlibat proses hukum," ujarnya.