JAKARTA - Pengembang senjata militer milik pemerintah Taiwan meluncurkan lima jenis drone militer buatan lokal tiga pekan lalu, seiring dengan keinginan meningkatkan kemampuan perang asimetrisnya untuk menghadapi ancaman militer China yang semakin meningkat.
CNN termasuk di antara para wartawan yang diundang ke Institut Sains dan Teknologi Nasional Chung-shan, di mana pengembang senjata Taiwan memamerkan delapan jenis kendaraan udara tak berawak (UAV) yang dikembangkan secara lokal - termasuk lima model yang diperlihatkan kepada publik untuk pertama kalinya.
Drone baru ini hadir dalam berbagai ukuran dan dilengkapi dengan kemampuan tempur hingga pengintaian, kata Eric Chi, direktur Divisi Penelitian Sistem Penerbangan institut tersebut, yang menambahkan bahwa perangkat tersebut dirancang untuk digunakan oleh berbagai cabang militer Taiwan.
"Menanggapi tren perang global yang baru, militer kami telah secara aktif membangun kemampuan perang asimetris," kata Chi, melansir CNN 14 Maret.
Diterangkan olehnya, lembaga itu telah bekerja untuk mengembangkan teknologi inti "untuk sepenuhnya menerapkan kebijakan nasional swasembada pertahanan."
Salah satu drone pengintai baru adalah UAV Albatross II, yang mampu melakukan pengawasan dalam waktu lama dan melacak kapal-kapal angkatan laut di laut dengan menggunakan kecerdasan buatan.
Drone ini mampu bertahan di udara secara terus menerus selama 16 jam dan memiliki jangkauan maksimum lebih dari 300 kilometer (186 mil), demikian ungkap lembaga itu kepada wartawan.
Drone pengintai baru lainnya yang menyita perhatian adalah UAV Cardinal III portabel, yang mampu lepas landas dan mendarat secara vertikal, dan dirancang untuk memantau aktivitas di sepanjang garis pantai, demikian ungkap lembaga itu.
Sedangan Drone tempur utama yang diperkenalkan kepada wartawan adalah UAV Loitering Munition, yang dapat dioperasikan oleh seorang prajurit. Drone ini dilengkapi dengan hulu ledak dan mampu menargetkan individu atau kendaraan dari udara.
Dikatakan, drone ini dibuat berdasarkan drone Switchblade 300 buatan AS, yang telah digunakan secara luas oleh militer Ukraina untuk menargetkan sistem radar musuh dalam pertahanannya melawan invasi Rusia.
Jenis drone tempur baru lainnya juga dirancang untuk memanfaatkan sistem satelit GPS dan teknologi pelacakan gambar untuk melancarkan serangan, katanya.
A short thread with photos I took at the 2019 Taiwan Aerospace & Defense Trade Expo (#TADTE)đŸ‘‡ pic.twitter.com/KI9CHFZprg
— Guy Plopsky (@GuyPlopsky) August 16, 2019
Chi menambahkan, drone baru tersebut sedang diuji coba oleh militer Taiwan dan kemungkinan akan memasuki produksi massal paling cepat akhir tahun ini.
Senjata-senjata baru itu diluncurkan ketika kepemimpinan Beijing semakin menegaskan klaim teritorialnya atas Taiwan, pulau demokrasi berpenduduk 23,5 juta jiwa yang tidak pernah dikuasainya, dan secara eksplisit menolak untuk mengesampingkan penggunaan kekuatan untuk mengendalikannya.
Sehari sebelumnya, Pemimpin Tiongkok Xi Jinping bersumpah untuk meningkatkan keamanan nasional dan membangun militer menjadi "tembok baja yang besar", dalam pidato pertamanya di hadapan parlemen setelah disahkan sebagai presiden untuk masa jabatan ketiga.
China juga semakin meningkatkan tekanan militernya terhadap Taiwan dengan secara teratur mengirimkan pesawat dan kapal angkatan laut melintasi garis tengah Selat Taiwan.
Diketahui, Taiwan sangat bergantung pada persenjataan Amerika Serikat untuk mempertahankan kemampuan pertahanannya melawan China yang semakin kuat dan telah membeli banyak barang dengan harga mahal.
BACA JUGA:
Awal bulan ini, Pemerintahan Presiden Joe Biden menyetujui potensi penjualan senjata senilai 619 juta dolar AS ke Taiwan yang mencakup rudal untuk jet tempur F-16.
Namun, negara demokrasi pulau ini juga semakin menekankan percepatan pengembangan persenjataan dalam negeri untuk meningkatkan kemampuan militernya, terutama sistem persenjataan yang lebih murah dan lebih mudah dipindahkan yang dapat berperan penting dalam menahan invasi Tiongkok.
Oktober lalu, Taiwan mengumumkan akan meningkatkan belanja pertahanan tahunannya tahun ini sebesar 13,9 persen. Periode wajib militer bagi pria Taiwan yang memenuhi syarat juga akan diperpanjang dari empat bulan menjadi satu tahun mulai tahun 2024.