Bagikan:

JAKARTA - Chief Economist and Investment PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Katarina Setiawan mengatakan terdapat lima acuan yang bisa jadi penentu percepatan pemulihan ekonomi Indonesia pada sepanjang 2021.

Pertama adalah dari sisi kebijakan moneter dan fiskal. Menurut dia, segmentasi yang dipegang oleh pemerintah ini merupakan unsur penting dalam menstimulus perekonomian.

“Dari sisi moneter kami percaya Bank Indonesia akan menjaga sikap akomodatif dengan menjadi standby buyer dalam lelang obligasi pemerintah. Sedangkan instrumen fiskal masih akan memberi dukungan terhadap proses pemulihan ekonomi nasional dengan komitmen dana PEN (percepatan ekonomi nasional) sebesar Rp372 triliun atau 2,3 persen terhadap produk domestik bruto,” ujarnya dalam seminar daring, Kamis, 14 Januari.

Lebih lanjut, Katarina menyebut acuan kedua adalah upaya pemerintah dalam menjaga kondisi makro ekonomi tetap stabil melalui pengadaan vaksin. Dalam catatannya, negara menargetkan dapat memvaksin 40,2 juta orang hingga April 2021. Lalu meningkat hingga 141 juta orang pada akhir Mei 2021.

“Peningkatan kepercayaan orang terhadap efektivitas vaksin mendorong masyarakat untuk berkegiatan ekonomi. Jika ini semua berjalan maka roda ekonomi pasti bergerak, permintaan kredit akan naik, sehingga dunia usaha bisa meningkatkan produksi barang dan jasa mereka,” tuturnya.

Adapun, acuan yang ketiga adalah pergerakan nilai rupiah yang stabil. Menurut analisanya, nilai tukar akan tetap terjaga dengan memperhatikan faktor dolar AS yang masih lemah akibat kebijakan akomodatif The Fed, berkurangnya tekanan neraca berjalan, inflasi yang rendah, serta terkoreksinya kepemilikan asing terhadap aset finansial Indonesia.

“Namun perlu diingat, tekanan neraca berjalan yang landai akibat impor menurun. Seiring dengan pemulihan ekonomi, pasti impor akan kembali bergeliat karena Indonesia membutuhkan barang modal untuk berkegiatan produksi, khususnya industri,” ucapnya.

Jika hal itu terjadi, Katarina memastikan defisit perdagangan pada sepanjang tahun ini akan lebih tinggi dibandingkan dengan periode 2020.

Selanjutnya yang keempat terkait penerapan omnibus law. Pada acuan yang cenderung sensitif ini Katarina justru melihat peluang peningkatan produktivitas dari industri di Tanah Air. Sebab, regulasi ini dipercaya dapat meningkatkan daya saing Indonesia guna menggaet investasi asing ke dalam negeri.

“Omnibus law berpotensi mengubah Indonesia menjadi mata rantai penting dunia. Ketepatan eksekusi menjadi sangat penting dalam memastikan reformasi sistem tenaga kerja dan industri bisa terimplementasi dengan baik,” terangnya.

Kemudian yang terakhir adalah soal kembalinya dana portofolio asing yang diharapkan bisa menjadi penyokong dan pelengkap investasi pada sektor riil.

“Arus berita terbaru terkait vaksin dan dukungan pemerintah serta bank sentral dalam mendorong perekonomian di masa pandemi telah memicu pergeseran sentiment terhadap pasar finansial emerging market, termasuk di dalamnya Indonesia,” jelas Katarina.

Atas hal tersebut, bos Manulife itu optimistis pasar keuangan domestik dapat lebih kuat menyerap investasi asing karena sejumlah kebijakan yang bersifat akomodatif.

“Ke depan potensi inflow masih terbuka bagi Indonesia mengingat kepemilikan asing pada pasar saham dan obligasi yang relatif rendah. Belum lagi imbal hasil yang cenderung menarik dibandingkan dengan negara mature lainnya,” tutup Katarina.