Bagikan:

JAKARTA - DPR RI resmi menerima Surat Presiden (Surpres) tentang nama calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri). Dalam surat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajukan nama Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon Kapolri pengganti Jenderal dham Azis.

Surat itupun tergistrasi dengan nomor: R-02/Pres/01/2021. Surat itu disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno kepada Ketua DPR RI Puan Maharani, pada Rabu, 13 Januari.

Penunjukan terhadap Komjen Listyo Sigit Prabowo memang sudah diprediksi banyak pihak. Sebab, jenderal bintang tiga itu memiliki kedekatan dengan Jokowi.

Kedekatan keduanya bermula saat Jokowi menjabat sebagai Wali Kota Solo dan Listyo Sigit saat itu mendampinginya sebagai Kapolres Surakarta pada 2011.

Kemudian, kedekatan keduanya pun berlanjut pada 2014. Saat itu, Jokowi terpilih menjadi Presiden yang kemudian Listyo pun menjadi ajudannya.

Pria lulusan akedemi kepolisian (Akpol) 1991 bercerita, tawaran menjadi ajudan muncul saat meminta restu ingin menempuh sekolah staf dan pimpinan tinggi Polri ke Jokowi. 

"Satu bulan saya sekolah, saya minta doa restu beliau (Jokowi, red). Kemudian (Jokowi, red) menawarkan untuk menjadi ajudan," kata Listyo.

Mendapat penawaran itu, Listyo pun menerimanya. Tapi, meski ditawari langsung oleh Jokowi, Listyo mesti menjalakan sejumlah tes. 

Listyo menjalankan tes pertama bersama tiga perwira menengah lainnya, salah satunya adalah Agus Suryonugroho yang menjabat sebagai Kepala Bidang Hukum Polda Kalimantan Timur.

Usai menjalani tes, Listyo sempat merasa bingung. Sebab, hasil tes itu tak diumumkan. Sehingga dia sebenarnya tak tahu lolos atau tidak.

Namun, belakangan dia justru diminta untuk menjalankan seleksi kedua. Hingga akhirnya bisa menjadi ajudan Presiden Jokowi.

Karier menjadi ajudan Jokowi dijalaninya selama dua tahun. Setelah itu, dia dipromosikan menjadi Kapolda Banten menggantikan Brigjen Ahmad Dofiri pada tahun 2016.

Namun sebelum dilantik sebagai Kapolda, Listyo Sigit sempat mendapat penolakan dari sejumlah ulama dan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Banten. Alasannya karena perbedaan agama.

Wilayah kesultanan dan sebagian besar penduduk Banten memeluk agama Islam. Sedangkan, Listyo memeluk agama Kristen.

Tapi di tengah penolakan itu Listyo tetap dilantik menjadi Kapolda. Bahkan, selama menjabat sekitar 22 bulan dia bisa merangkul dan menyamaratakan perbedaan tersebut.

Selain itu, selama menduduki kursi Kapolda Banten, Listyo Sigit Prabowo dihadapi berbagai masalah. Dia bertugas mengamankan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten pada 2017 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018.

Hingga akhirnya, Listyo Sigit meninggalkan jabatan Kapolda Banten pada tanggal 13 Agustus 2018. Dia dipromosikan sebagai Kadiv Propam Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal atau bintang dua. Sementara, jabatan Kapolda Banten diisi oleh Brigjen Teddy Minahasa Putra.

Selanjutnya, Listyo menjabat sebagai Kadiv Propam Polri pada 2018-2019. Kemudian, pada 2019 pria kelahiran Ambon ini kembali dipromosikan untuk menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri sejak tahun 2019 hingga saat ini.

Melihat karier Listyo sebelum menjadi ajudan Presiden, dia sempat mengisi beberapa jabatan di beberapa daerah.

Pada 2009, Listyo menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Pati. Kemudian, menduduki posisi Kapolres Sukoharjo pada tahun 2010. Di tahun yang sama, Listyo menjabat sebagai Wakapoltabes Semarang.

Selanjutnya, Listyo menjabat sebagai Kapolres Surakarta (Solo) pada tahun 2011, ketika Presiden Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.

Pada tahun 2012, jabatan Listyo kembali naik menjadi Kasubdit II Dittipum Bareskrim Polri, dilanjutkan dengan jabatan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara pada tahun 2013.

Terlepas dari jabatan yang sempat diduduki Listyo, segudang perkara besar juga sempat diungkapnya.

Misal, di awal menjabat sebagai Kabareskrim, Listyo langsung tancap gas dengan mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Pada 27 Desember 2019, dia mengumumkan secara langsung penangkapan dua terduga pelaku kasus tersebut. Mereka adalah, RM dan RB, keduanya merupakan oknum anggota kepolisian.

"Tadi malam tim teknis telah mengamankan pelaku yang diduga melakukan penyiraman terhadap sauara NB, pelaku ada dua orang inissial RM dan RB," kata Listyo dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jumat 27 Desember 2019.

Tak lama setelah itu, Bareskrim Polri melimpahkan tahap II kasus tersangka dan barang bukti kasus dugaan korupsi Kondensat PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), ke Kejaksaan Agung (Kejagung) setelah dinyatakan lengkap atau P21.

Diketahui, kasus ini sudah bergulir sejak 2015 dan mangkrak lama lantaran adanya kendala non-teknis. Namun, adanya koordinasi yang kuat antara Bareskrim dan Kejaksaan Agung akhirnya perkara tersebut bisa dirampungkan.

Dalam pengadilan, Honggo divonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan. Sementara  dua tersangka lainnya Raden Priyono dan Djoko Harsono divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan.

Tak berhenti sampai di situ, Bareskrim juga membuktikan bahwa penegakan hukum tak pandang bulu dan mewujudkan komitmen dalam melakukan pembenahan internal.

Hal itu tercermin dalam penangkapan buronan terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali, Joko Tjandra pada 30 Juli 2020. Bahkan, dalam hal ini, Komjen Listyo memimpin langsung tim ke Malaysia guna menangkap Joko Tjandra.

Listyo menyebut, penangkapan Joko Tjandra berawal dari perintah Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis membentuk tim untuk membawa buronan Joko Tjandra kembali ke Indonesia.

"Terhadap peritiwa tersebut pak Presiden perintahkan untuk cari keberadaan Joko Tjandra dimanapun berada dan segera ditangkap untuk dituntaskan sehingga semua menjadi jelas, atas perintah tersebut kepada Kapolri maka Kapolri bentuk tim khusus yang kemudian, secara intensif mencari keberadaan Joko Tjandra," kata Listyo di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur, Kamis 30 Juli 2020 malam.

Penangkapan Joko Tjandra disebut Listyo sebagai komitmen Polri dalam melakukan penegakkan hukum, sekaligus untuk menjawab keraguan publik. Apalagi, dalam pengusutan perkara ini diketahui adanya keterlibatan dua oknum jenderal yakni, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Sebelum menangkap Joko Tjandra, jajaran Bareskrim Polri bersama Kemenkumham juga menangkap Maria Pauline Lumowa yang telah menjadi buronan selama 17 tahun dalam kasus pembobolan bank senilai Rp1,7 triliun. Dalam hal ini, Bareskrim Polri berkomitmen untuk mengusut perkara tersebut sampai ke akar-akarnya.

Teranyar Bareskrim Polri sedang menangani kasus dugaan penyerangan Laskar FPI kepada aparat kepolisian di Tol Jakarta-Cikampek. Penyidikan dilakukan secara transparan, objektif dan merangkul seluruh pihak seperti Komnas HAM dan lembaga independen lainnya.

Bahkan, kasus dugaan pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang menyeret Rizieq Shihab, mulai dari Petamburan, Jakarta Pusat, kerumunan di Megamendung dan RS Ummi Bogor juga semua diambilalih oleh Bareskrim.

Kemudian, Bareskrim juga ambil alih pengusutan dugaan pelanggaran protokol kesehatan dalam kerumunan yang terjadi di acara Haul Syekh Abdul Qadir Jailani yang digelar di Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyyah, Kampung Cilongok, Kabupaten Tangerang, pada 29 November lalu. Kini, perkaranya masih dalam proses penyelidikan.

Pengungkapan kasus besar lainnya yang ditangani Sigit dan jajarannya adalah kebakaran Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung). Penyidik Bareskrim telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka.

Kemudian penanganan kasus korupsi, jajaran Bareskrim Polri tercatat menyelamatkan uang negara sebesar Rp310.817.274.052. Jumlah tersebut merupakan hasil penanganan dari 485 perkara korupsi yang ditangani. "Tahun 2020 dilakukan penyelamatan uang negara sekitar Rp310.817.274.052," kata mantan Kapolda Banten itu.

Pada tahun 2020 tercatat, Bareskrim Polri menerima laporan polisi terkait kasus tindak pidana korupsi sebanyak 1.412. Dari angka itu, diantaranya sudah ada yang rampung atau P21 sebanyak 485, dilimpahkan 19 dan dihentikan atau SP3 ada 31 perkara. Sementara itu, sampai saat ini, Bareskrim Polri masih melalukan proses penyidikan sebanyak 877 perkara tindak pidana rasuah di Indonesia.

Dalam penanganan kasus di dunia siber, Bareskrim Polri sepanjang tahun 2020 tercatat telah mengungkap 140 kasus dugaan tindak pidana penyebaran informasi palsu atau hoaks terkait pandemi COVID-19. Berdasarkan data, dari ratusan kasus hoaks COVID-19 yang diungkap itu, setidaknya ada 140 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Hoaks dan provokasi bisa memecah belah persatuan Bangsa Indonesia. Sehingga diperlukan kesadaran bersama untuk mencegah hal itu terjadi. Karena masyarakat yang dirugikan," ucapnya.

Selain hoaks, sepanjang tahun 2020, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri juga menangani beberapa kasus menonjol. Kasus-kasus itu diantaranya adalah, pengungkapan dugaan provokasi yang menyebabkan kerusuhan dalam demo tolak UU Cipta Kerja Omnibus Law.

Lalu kasus dugaan penghinaan terhadap NU yang menetapkan satu orang sebagai tersangka. Kemudian, kasus yang menjerat Ruslan Buton terkait dengan ujaran kebencian, perkara pembobolan E-Commerce jaringan internasional, kasus illegal akses ke situs resmi Pengadilan Jakarta Pusat, dan Illegal Akses ke Linkaja. Serta penangkapan terduga pelaku penghinaan terhadap terhadap Kepala Kantor Staff Presiden Moeldoko. Lalu penghinaan terhadap Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Tak hanya itu, Ditipideksus juga telah mengungkap kasus penipuan oleh sindikat kejahatan internasional terkait dengan pembelian ventilator dan monitor Covid-19. Dalam hal ini, ada tiga orang pelaku ditangkap. Pada kasus ini, awalnya ada perusahaan asal Italia yaitu Althea Italy dan perusahaan asal China yaitu Shenzhen Mindray Bio-Medical Electronics yang melakukan kontrak jual beli terkait dengan peralatan medis ventilator dan monitor COVID-19.

"Beberapa kali pembayaran tekah dilakukan kemudian di pertengahan perjalanan ada seorang yang mengaku GM dari perusahaan Italia tersebut kemudian menginformasikan bahwa terjadi perubahan rekening terkait dengan masalah pembayaran sehingga kemudian atas pesan yang masuk dari email tersebut kemudian rekening untuk pembayaran dirubah menggunakan bank di Indonesia," kata Listyo.

Di sisi lain, kinerja Bareskrim Polri dalam mengungkap kasus penipuan alat medis dengan korban perusahaan Belanda mendapatkan apresiasi langsung dari otoritas Negara Belanda. Hal itu terwujud dari kunjungan kerja Duta Besar Belanda dan Atase Kepolisian Belanda.

Pada kesempatan tersebut, otoritas Belanda memberikan apresiasi kepada Bareskrim Polri karena mengungkap kejahatan yang merugikan keuangan sebesar Rp51.206.450.722,90.

Kasus besar lainnya yang dibongkar jajaran Bareskrim adalah mengungkap narkoba jenis sabu sebanyak 1,2 ton. Barang bukti tersebut disita dari jaringan Iran-Timur Tengah yang ditangkap di 2 lokasi berbeda yakni di Serang, Banten dan Sukabumi, Jawa Barat.

Total sepanjang tahun 2020, jajaran Bareskrim Polri mengamankan barang bukti 5,91 ton sabu, 50,59 ton ganja, dan 905.425 butir pil ekstasi. Dari 41.093 kasus tindak pidana narkoba, sebanyak 53.176 tersangka yang dilakukan proses hukum.

Untuk kejahatan narkoba, Bareskrim Polri bersama dengan Polda Metro Jaya mengungkap peredaran narkotika jenis sabu jaringan Timur Tengah, di Petamburan, Jakarta Pusat. Polisi menangkap 11 orang dengan barang bukti sabu seberat 200 kilogram.

Lalu, kasus lain yang menonjol ditangani Bareskrim Polri yakni kasus kebakaran hutan dan lahan atau karhutla. Sepanjang 2020, kasus karhutla mengalami penurunan jika dibanding tahun 2019.

Tahun ini, Satuan Tugas (Satgas) Karhutla telah menetapkan 139 orang dan dua korporasi sebagai tersangka. Dimana 99 perkara telah diselesaikan oleh jajarannya sementara 131 perkara masih dilakukan penyidikan. Area yang terbakar juga mengecil menjadi 274.375 hektare dengan titik api 2.875.

Sementara tahun 2019, jumlah tersangka Karhutla mencapai 398 orang dengan 24 korporasi. Sedangkan jumlah area yang terbakar mencapai 1.649.258  hektare atau terjadi penurunan drastis dibanding tahun 2019.

Tak berhenti disitu, Bareskrim Polri mencatat sepanjang Januari hingga Desember 2020 telah mengungkap 455 kasus kejahatan lingkungan hidup yang dapat menyebabkan bencana alam. Hal itu disebabkan maraknya pelanggaran hukum Ilegal Mining atau penambangan ilegal dan tindak pidana perkebunan.

Komjen Listyo Sigit mengungkapkan, dari ratusan perkara yang diungkap itu ditemukan fakta bahwa aktivitas ilegal tersebut berdampak terjadinya bencana alam seperti banjir bandang dan tanah longsor. Seperti yang terjadi di Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

"Tren kasus lingkungan hidup pada lingkup UU Perkebunan, Kehutanan, dan Pertambangan telah diungkap sebanyak 455 kasus," kata Listyo.

Dari 455 kasus yang diungkap Bareskrim sepanjang tahun 2020, setidaknya ada 620 orang yang telah dijadikan sebagai tersangka. Angka itu terbilang naik drastis dibandingkan tahun sebelumnya atau 2019 sebanyak 197 tersangka.

Respons Penujukan Komjen Listyo Sigit Prabowo

Penujukan Komjen Listyo Sigit Prabowo sebagai calon tunggal Kapolri ini mendapat sejumlah respons. Salah satunya dari Persidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane. Penujukan ini disebut lebih karena faktor kedekatan Listyo dengan Presiden Jokowi.

"Sepertinya Jokowi lebih mempercayai pengamanannya kepada orang kepercayaannya yang pernah menjadi ajudannya saat pertama kali menjadi Presiden," ucap Neta dalam keterangnnya, Rabu, 13 Januari.

Neta juga menilai, penujukan yang dilakukan Jokowi masih menggunakan pola lama yakni menujuk kader muda. Sebab, jika berkaca pada penujukan terhadap Tito Karnavian saat itu massa baktinya masih cukup lama.

"Pengangkatan Sigit sebagai Kapolri sepertinya mengikuti ala pengangkatan Tito Karnavian sebagai Kapolri yang juga dilakukan presiden Jokowi di awal menjadi presiden. Yakni saat itu Tito adalah kader muda Polri yang masa pensiunnya masih panjang, sekitar enam tahun lagi. Sama halnya dengan Sigit yang baru pensiun di tahun 2027," papar Neta.

Dengan perbandingan itu, Neta menyebut Jokowi menginginkan selama menjabat sebagai presiden dikawal oleh Listyo. Sehingga, menujuknya sebagai calon tunggal Kapolri.

"Dari sini terlihat bahwa Jokowi menginginkan di sepanjang kekuasaannya menjadi Presiden, ia ingin dikawal oleh Sigit sebagai Kapolri," kata dia.

Selain itu, muncul juga anggapan jika penujukan terhadap Listyo Sigit Prabowo menjadi calon tunggal Kapolri kurang tetap. Sebab, Listyo dinilai masih terlalu muda untuk menjabat sebagai orang nomor satu di instansi Polri.

Selain itu, penujukan terhadap Listyo juga dianggap merusak tatanan angkatan di Polri. Sebab, Listyo yang merupakan lulusan Akpol 1991 itu melompati senior-seniornya di angkatan 88B, 89, dan 90.

Namun, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin mengatakan, hal tidak menjadi masalah selama yang bersangkutan mampu mengayomi dan manajemen internal Polri dengan baik. 

"Selain itu, secara eksternal dapat bekerja sama dengan mitra kerja dan dapat memberikan suatu pengayoman dan perlindungan kepada masyarakat," ujar Azis.

Menurutnya, Listyo bukan jendral muda pertama di pucuk pimpinan Polri. Sebelumnya, ada nama Tito Karnavian yang sukses memimpin Polri. "Ternyata yang bersangkutan bisa mengayomi dan manajemen kontrol di internal Polri," terang Aziz. 

Azis meyakini Komjen Listyo Sigit Prabowo akan bersikap profesional dalam memimpin Korps Bhayangkara dan dapat mengayomi masyarakat.

"Pesan saya, secara Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, bagaimana membentuk profesionalitas dari institusi Polri dalam mengayomi dan melindungi masyarakat dengan proporsional dan ideal," kata Azis di kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu.

Menurut dia, sikap mengayomi dan melindungi masyarakat secara proporsional serta ideal perlu sehingga pendapat pro dan kontra terkait dengan pencalonan Listyo Sigit bisa terjawab dengan prestasi. Azis menilai Listyo Sigit secara prestasi di internal Polri di atas rata-rata, misalnya telah menduduki posisi Kepala Bareskrim.

"Terkait dengan rekam jejak, masing-masing pihak pasti memiliki penilaian. Kalau ada yang pro dan kontra, itu biasa," kata dia.