Kepala PPATK Bocorkan Pembahasannya dengan Jokowi di Istana, Salah Satunya soal Pencucian Uang
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (tengah). (ANTARA-Agatha Olivia Victoria)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana membeberkan pembahasannya saat dipanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Istana Negara kemarin.

Dalam pertemuan itu, Jokowi menyinggung seputar pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hingga Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (PPSPM).

"(Jokowi, red) Memberikan banyak arahan pada upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU-TPPT (Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, red)-PPSPM Indonesia," ujar Ivan kepada VOI, Selasa, 28 Maret.

Namun, saat disinggung pertemuan itu membahas lebih dalam soal transkasi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ivan tak merincinya. Hanya disampaikan bila Jokowi memberikan perhatian penuh dengan apa yang terjadi saat ini.

"Ini kali kesekian saya bertemu langsung beliau, Alhamdulillah di tengah kepadatan waktu Bapak Presiden, beliau menaruh perhatian penuh," kata Ivan.

Perihal transkasi janggal Rp349 triliun di Kemenkeu, Ivan sempat menegaskan transaksi itu berkitan dengan TPPU.

Pernyataan itu disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara PPATK dengan Komisi III DPR.

“Itu hasil analisis dan pemeriksaan, tentunya TPPU. Jika tidak ada TPPU, tidak akan kami sampaikan,” ucap Ivan.

Ivan juga mengklarifikasi transaksi mencurigakan ini tidak seluruhnya terjadi di Kementerian Keuangan, tetapi terkait dengan tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal.

Ivan memberikan contoh, ketika terjadi tindak pidana narkotika, seseorang akan menyerahkan kasus tersebut kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) karena tindak pidana tersebut terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari BNN.

Penyerahan kasus ke BNN, tutur Ivan menjelaskan, bukan berarti ada tindak pidana narkotika di BNN. Hal yang serupa pun terjadi di dalam perkara transaksi sebesar Rp349 triliun ini.

Sebagian besar kasus dalam perkara transaksi Rp349 triliun ini terkait dengan kasus impor-ekspor dan kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja, tutur Ivan, khususnya ekspor dan impor, bisa terjadi transaksi lebih dari Rp100 triliun.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsinya, maka kasus ini pun diserahkan kepada Kepabeanan (terkait impor dan ekspor), serta kepada Pajak.

“Jadi, sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kementerian Keuangan. Ini jauh berbeda,” kata Ivan.