JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta tim kuasa hukum Bupati Mamberamo Tengah nonaktif Ricky Ham Pagawak bisa mendampingi kliennya.
Tersangka dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) baru akan diperiksa jika mendapat pendampingan sesuai haknya.
"Kami akan terus berkomunikasi untuk melakukan pemeriksaan RHP tentunya dengan didampingi kuasa hukumnya," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur saat dihubungi VOI, Senin, 27 Maret.
Asep bilang Ricky harusnya mendapatkan haknya. Apalagi, surat penunjukan kuasa hukum sudah diterima KPK.
"Surat penunjukannya sudah sampai ke kami atau dikirim oleh kantor pengacara dimaksud," tegasnya.
Sebelumnya, KPK mengungkap Ricky urung diperiksa meski sudah berada di Rutan KPK. Penyebabnya, pengacaranya tidak pernah hadir.
"Dua kali agenda pemeriksaan RHP sebagai tersangka belum dapat dilakukan karena tidak hadirnya tim penasihat hukum yang bersangkutan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 10 Maret.
Ricky menjadi tahanan Rutan KPK Cabang Merah Putih sejak Senin, 20 Februari. Dia diduga menerima uang suap dan gratifikasi hingga Rp200 miliar. Penerimaan ini dilakukan dari kontraktor yang ingin mendapat proyek di Kabupaten Mamberamo Tengah.
BACA JUGA:
Ada tiga kontraktor yang disebut memberikan uang yaitu Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding; Direktur Utama PT Bina Karya Raya, Simon Mampang; dan Direktur PT Bumi Abadi Perkasa Jusiendra Pribadi Pampang.
Rinciannya, Jusiendra mendapat 18 paket pekerjaan dengan total nilai mencapai Rp217,7 miliar. Proyek yang dibangun di antaranya pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Sementara Simon mendapat enam paket senilai Rp179,4 miliar dan Marten mendapat tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar. Pekerjaan ini didapat tiga swasta itu setelah mereka bersepakat dengan Ricky memberikan uang.
Dari uang yang didapat itu, Ricky kemudian diduga melakukan pencucian uang dengan cara membelanjakan hingga menyamarkan hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya.