Bagikan:

JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Industrial Samarinda yang menghukum PT Duta Margajaya Perkasa, pemilik Balikpapan Pos membayar pesangon 15 karyawan yang diberhentikannya (PHK) 3 tahun lalu sebesar Rp353 juta secara tunai dan sekaligus.

Keputusan itu mendapat apresiasi dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan. “Putusan hakim sudah tepat. Pesangon adalah hak pekerja dan kewajiban perusahaan,” kata Ketua AJI Balikpapan Teddy Rumengan, Jumat, sehari setelah putusan yang diketok Hakim Lukman Akhmad di Pengadilan Industri Samarinda dikutip dari ANTARA, Sabtu, 11 Maret.

Hakim Lukman juga menegaskan dalam amar putusannya bahwa pembayaran pesangon itu harus tunai dan tuntas. “Karena itu kami mendorong Balikpapan Pos untuk mematuhi putusan tersebut dan membayar hak-hak mereka,” kata Teddy lagi.

Dihubungi terpisah, Direktur PT Duta Margajaya Perkasa Yudhianto menyatakan pihaknya masih mempelajari putusan tersebut.

“Memang nilai pesangon yang harus kami bayarkan jadi lebih rendah daripada yang diamarkan Dinas Tenaga Kerja Kota Balikpapan,” kata Yudhi.

Dalam anjuran yang diterbitkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Balikpapan pada 12 November 2021, Balikpapan Pos harus membayar para mantan karyawannya tersebut sebesar lebih dari Rp651 juta.

Di sisi lain, meski ternyata nilai pesangon lebih kecil dari besaran nilai tuntutan para karyawan, koordinator para mantan karyawan, Rusli, menghargai keputusan Majelis Hakim atas dasar pertimbangan sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Lima belas mantan karyawan Balikpapan Pos mengajukan tuntutan pada November 2020. Sebelumnya para karyawan ini menuntut suasana kerja yang lebih baik dan lebih kondusif. Ketika manajemen tak bergeming, mereka lalu menggelar aksi mogok.

Aksi ini, oleh manajemen Balikpapan Pos, dibalas dengan memberhentikan para karyawan tersebut atau menurunkan level jabatannya.

Dituturkan oleh Rusli, dengan mogok tersebut, manajemen Balikpapan Pos menganggap mereka mengundurkan diri sehingga tidak layak mendapatkan pesangon.

"Alhamdulillah, sudah sangat jelas. Dalam penjelasan sebelum amar putusan dibacakan, Majelis Hakim menyatakan para pekerja mogok secara sah sesuai mekanisme perundang-undangan dan menolak klasifikasi PHK dengan status mengundurkan diri. Itu poinnya, kami tidak mengundurkan diri tetapi di-PHK sepihak oleh perusahaan. PHK dilakukan saat mogok sah," kata Rusli.

Keadilan lainnya, dua karyawan kontrak yang sebelumnya diputus dan dibayar haknya secara harian (proporsional) oleh perusahaan (dan karenanya dianggap tidak berhak atas pesangon), oleh hakim dinyatakan sebagai karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) sehingga juga berhak atas pesangon.